NusantaraNews.co, Bumiayu – Acara semarak Bulan Bahasa dan Sumpah Pemuda yang diadakan oleh BCCF, di gedung eks Kawedanan Bumiayu, Minggu (29/10) menjadi penanda diluncurkannya buku Sambetan. Buku yang berisi kumpulan puisi berbahasa Bumiayuan dari 18 penyair Bumiayu.
Satu persatu penyair yang puisinya masuk buku sambetan membacakan puisinya secara bergantian. Penonton dibuat terpukau oleh keunikan pembacaan puisi dengan bahasa yang selama ini dianggap biasa. Dari pembacaan puisi ini, banyak orang mengaku berterima kasih kepada BCCF karena telah mempertahankan bahasa lokal bahkan sangat apresiasi karena mengikatnya dengan keindahan karya sastra.
Teguh Mujiono, dari Republik Ngapak, mengatakan sangat bersyukur ada BCCF yang konsen pada upaya melanggengkan bahasa ibu.
“Saya sangat apresiasi. BCCF menghidupkan kembali ruh bahasa lokal yang mulai menghilang. Di saat anak muda banyak yang melupakan bahasa Ibu, BCCF hadir paling depan dalam upaya mempertahankan. Sungguh ini keren sekali,” ungkapnya sambil menunjukkan buku Sambetan kepada NusantaraNews.co, Minggu (29/10/2017) malam.
Buku setebal 110 halaman ini dibedah oleh Dimas Indiana Senja (Founder BCCF) dan Lukman Suyanto (penyair dan teatrawan).
Lukman mengungkapkan kebahagiaannya menemukan sekumpulan anak muda yang berkarya dengan menggunakan bahasa ibu. “Itu adalah kontribusi konkrit terhadap pembangunan daerah dengan kesenian. Sambetan berawal dari kata sambat yang artinya pertolongan, sambetan berarti memberi pertolongan,” terang Lukman.
Dalam hal kebudayaan, lanjutnya, buku Sambetan memberi pertolongan terhadap kesusastraan Brebes dan Jawa Tengah pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. “Karena tidak banyak pegiat sastra yang menggunakan media bahasa Ibu untuk berkarya,” imbuhnya.
Sementara Dimas Indiana Senja mengungkapkan, ide mengumpulkan puisi Bumiayuan berangkat dari keprihatinannya terhadap anak muda yang sekarang mulai meninggalkan bahasa lokal. “Buku ini mengungkapkan banyak lokal wisdom yang ada di daerah Bumiayu dan sekitarnya,” kata Dimas.
“Saya yakin Sambetan adalah masa depan sastra Bumiayu yang kelak akan menasional. Membaca sambetan. Sambetan semacam ensiklopedia kekayaan lokal Bumiayu, baik segi bahasa, kuliner, wisata, budaya, hingga cagar budaya. Maka membaca Sambetan adalah membaca miniatur Bumiayu,” tambah Dimas.
Sementara itu Ketua Panitia, E F Ghozali mengatakan bahwa kesuksesan acara ini tidak lain karena kerjasama dari berbagai komunitas yang berkenan mengisi acara.
“Seperti Lintas Komunitas Tonjong dan Sanggar Sanggalimalas, anak-anak SMA serta hadirin yang memang sangat antusias menyambut buku kedua BCCF ini,” kata Ghozali. (***/red02)
Editor: Ach. Sulaiman