Politik

Salim Assegaf: PKS Anti Pemimpin Arogan

Ketua Majelis Syuro PKS Salim Assegaf bersama warga/Foto nusantaranews via merdeka
Ketua Majelis Syuro PKS Salim Assegaf bersama warga/Foto nusantaranews via merdeka

NUSANTARANEWS.CO – HUT RI ke-71 selain dirayakan dengan penuh khidmat dan kebahagiaan semestinya dijadikan moment melakukan refleksi bersama. Tentu saja refleksi tidak sekadar refleksi melainkan juga merencankan upaya-upaya cerdas dan inovatiof untuk Indonesia yang labih baik di hari depan.

Khususnya bagi warga DKI Jakarta yang tengah dihadapkan pemilihan pemimpin Gubernur tahun 2017 nanti. Dimana jauh sebelum pendaftaran calon gubernur dibuka, pembicaraan panas terkait siapa sosok yang pantas pimpin Jakarta ke depan sudah memadati daftar pemberitaan di berbagai media.

Soal siapa pemimpin DKI Jakarta yang pantas, benar tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setidaknya, warga DKI belum sepenuhnya punya kekuatan sendiri untuk menentukan Gubernurnya saat ini, melainkan mereka hanya akan memilih ketika pemilihan kepala daerah sudah berlangsung. Kini yang akan menentukan atas nama warga DKI adalah partai-partai.

Ibarat sebuah perahu, DKI Jakarta membutuhkan Nahkoda yang kuat dalam perjalanannya ke depan. Pemimpin yang dibutuhkan warga DKI tentunya pemimpin yang adil, bijaksama, dan merakyat. Namun, siapa yang berhak menentukan bahwa pemimpin A atau B adalah pemimpin yang adil dan bijaksana.

Baca Juga:  Prabowo Temui Surya Paloh, Rohani: Contoh Teladan Pemimpin Pilihan Rakyat

Lantas bagaimana dengan gubernur Ahok selama memimpi DKI? Hanya warga DKI yang dapat merasakannya. Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Assegaf menegaskan, partainya anti pemimpin arogan. Meskipun, mereka adalah anak bangsa sendiri. “Siapapun dia,” tegasnya, Rabu (17/8).

Untuk DKI, kata Salim, saat ini masih pembahasan internal. Dalam waktu dekat ini, PKS akan melakukan deklarasi.

“1-2 Minggu ini akan deklarasi, masih ada waktu, pendaftaran kan 19-23 September,” terangnya.

Salim juga menegaskan syarat pemimpin harus Islam, dan warga negara Indonesia, serta memiliki elektabilitas tinggi. “Yang kami inginkan pemimpin yang bisa satukan kelompok bangsa,” katanya.

Berkaitan dengan agama, Salim setuju dengan agama mayoritas ikut menentukan siapa yang berhak memimpin di daerah tersebut. Hal ini, kata Salim, sudah dilakukan para pendiri bangsa.

“Misal di pulau ini, yang mayoritas agamanya A ya cari pemimpin itu. Sebab banyak acara ritual keagamaan, pimpin negara bukan seperti pimpin perusahaan,” tandasnya. (Rafif)

Related Posts

1 of 22