Budaya / SeniPuisi

Saat Terlelap Ibu Memohon Doa

Puisi Muhamad Arifin

SAAT TERLELAP IBU MEMOHON DOA

langit malam hari ini merindukan
wirid dari bibir lembut ibu
memohon dan mengirim resep
meski dalam diri begitu resah dan sunyi

jarum jam memberi kisah—permata
dan sujud memberi samudra doa
airmata dalam selembar daun
diterbangkan malaikat menuju arsy’

ibu masih saja membagi waktu
antara sujud panjangnya ang meretakkan jagat raya
dari nafas yang hendak mengikhlasan pada tuhan
merapuhkan kedukaan hingga musim berganti

lembah desa yang jauh dari pekotaan adalah meditasi
yang membuat kerangka syukur menjadi subuh
bingkai termanis dalam jejak kehidupan yang memberi
ruang sebelum terompet langit semesta di senandungkan
hidup dalam celah memberi asmara dalam setiap rasa.

Semarang, 03 November 2017.

MENYUNTING KISAH

dahulu sebelum hitam menyalin marah
juga api sebelum menjadi sulur air
pada kisah pendek tentang lagu membiru
pada rimba dalam cengang syahdu

sejumlah sajak diatas rak pohon
air hendak mendidih
juga celana diatas tenda basah
tetapi senyumu kembali merekah
mengikuti orbit matahari

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

jangan katakan sebelum nyala lilin
memberi kisah dalam jarum waktu
sebelum rindu yang menjadi tuan rumah
ijinkan aku pasrah—memegang
kedua tangan—meniduri gemintang
sayang dalam lanskap saban kerinduan.

Semarang, 01 November 2017

KREDO KERESAHAN DINI HARI

1/
yang seharusnya berkata
membungkus mata air dari setiap sumber
menghidupi taman-taman
dan tumbuhan bunga yang haus
sulit bermekaran—angin menyengaja berbisik
menertawakan keresahan dini hari memandang langit

2/
tak lain doa pendek ; yang bergumam
ketika warna jarum jam kian berdebu
menunggu arsiran manis pelangi
sebelum kehilangan—tatapan dan genggaman
kuingin seluruh aortaku membentuk
garis pendek menyilang rembulan

3/
melupakan keresahan dini hari
yang menukar harapan dari bukit sendu
kataku sebelum ketakutan membiru
di arena juga buku-buku di hadapanku
membicarakan tangisan yang melahirkan
keperihan—terbakar taman kematian
diam-diam seperti mayat bergentayangan.

Semarang, 29 Oktober 2017.

Muhamad Arifin, lahir pada 21 April 1998 di dusun Domas, Desa Kenteng, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah. Alumni Pondok Pesantren Al-anwar Mranggen Demak, Mahasiswa Ilmu Komunikasi USM. Bergiat di Forum Komunikasi Mahasiswa Islam USM. Puisinya tersiar di berbagai media cetak , Radar Mojokerto, Tribun Bali. Buku kumpulan puisi bersama Memo Anti Terorisme (2016)Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (2016)  Aquarium & Delusi 1000 Penyair Terpilih Nusantara penulis buku tamu Gunawan Maryanto (2016).dalam waktu dekat ia akan menerbitkan buku tunggal.

Related Posts

1 of 121