Saat Kelipatan Sepuluh
Detak jarum kala itu
Menunjuk pada kelipatan sepuluh
Atau entah bagaimana ku membahasakan
Bosan saja kiranya
Di salah satu ruang minimalis
Penyalur bibit unggul katanya
Untuk nusa dan bangsa bilangnya
Padahal belajar saja diganggu
Atau aku saja yang kelewat egois
Mencibir debu debu eternit
Dari ketuk palu si bapak
Yang enggan kompromi
Dengan revisi dan setoran kami
Ini perkara bapak
Juga perkara kami
Bapak butuh kenyang
Kami butuh nyaman
Sampai berpindahnya jarum
Dan berubahnya bayang bayang
Cercau lalu lalang itu baru berhenti
Pada ritual rolasan nanti
Enam Jam Setelah Pulang
Enam jam setelah pulang
Kuhirup lagi oksigen oplosan
Dari hiruk pikuk jalan aspal
Juga kotak kotak bermuatan
Yang membawa beberapa beban
Sedangkan aku sendiri membawa kebohongan
Enam jam setelah pulang
Kulambaikan tangan
Pada handai taulan
Yang kembali membawaku pelan
Raut mukanya nampak tenang
Tidak cemberut atau tergesa
Pikirnya mungkin tenang
Padahal yang dia bawa adalah kebohongan
Enam jam setelah pulang
Pelan saja ku raih kotak diagonal
Membuat pesan tentang kebohongan
Yang tentunya ingin kusampaikan pada maha nasihat
Berita tentang diriku yang sudah mendarat
Dengan tenang dan aman
Bersama beberapa kebohongan
Enam jam setelah pulang
Dan dua jam setelahnya
Panggilan berjamaah berkumandang
Sumbang dan penuh harap
Untuk kembali menunaikan taat
Dengan tujuan meminimalisir maksiat
Tapi aku masih madat
Menghiraukan akal sehat
Padahal sudah tau tidak akan selamat
Lalu setelah dua belas jam pulang
Aku kembali memikirkan
Beberapa kiat tentang nasib mujur
Tentang seonggok kebohonganku
Yang tumbuh subur dan membesar
yang mencoret membuat luka
yang mematahkan dan mengurangi percaya
pada setiap senti harap dan doa
Yogyakarta, 2016
Saat Sepenggalah Tingginya
Ujungnya meninggi pada angka dua belas
Sementara beberapa orang berlalu lalang
Menuju kedai dan bangunan suci berlantai
Antara nutrisi dan rohani
Condong sedikit ujungnya
Terhenti sesaat pada seperempat
Kerumunan kecil penuh bisik
Menepak pelan pada tujunya sendiri
Saat ujungnya tegak ke bawah
Dengan egoisnya berputar pelan
Aku pun lalu lalang memerhatikan
Beberapa hal dari mereka tentang bualan
Siang ini alur menjadi nyata
Terkait teori dan revisi
Juga tentang nutrisi dan rohani
Pada sepenggalah yang mulai meninggi
Galang Pambudi Anggara, penulis puisi tinggal di Yogyakarta. Bisa menjalin komunikasi via online di Fb (Galang Pambudi Anggara) dan Twitter (@galangpribumi).
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].