Penulis: Selendang Sulaiman
NusantaraNews.co – Sepulang dari amerika, tahun 1967, Sunarti mendukung sepenuhnya baik secara moral maupun material, gagasan Rendra, Azwar AN dan Moertri Purnomo (juga Bakdi Soemanto) untuk membuka rumah tangganya bagi kepentingan evolusi kemanusiaan melalui pengabdian mereka pada kebudayaan.
Rumah tangga Rendra dan Sunarti beserta anak-anaknya, di Ketanggungan Wetan No. 165, Yogyakarta menjadi wadah pengolahan budi dan daya (daya cipta dan daya hidup), yaitu kekuatan fitrah manusia yang tidak mungkin dilembagakan tanpa mengkorup dalam mengindahkan dan mempertanggung-jawabkan kedaulatan alam dari daya cipta dan daya hidup yang bebas.
Di rumah batu model Jawa yang agak kuno dan tidak terlalu besar itu mereka berlatih setiap hari sehingga Bengkel Teater pun lahir. Para tetangganya pun lama-lama jadi bisa mendengar teriakan-teriakan yang berasal dari rumah Pendiri Bengkel Teater itu. Rendra untuk menopang biaya hidup sehari-hari, bersama anggotanya berwiraswasta: membuat sabuk dan tas kulit serta perhiasan lainnya.
Di samping itu, karena dorongan inspirasi yang datang dari menanggapi kenyataan hidup dengan keluwesan jasmani, keluwesan pikiran dan keluwesan batin yang mereka latih bersama, dengan sendirinya muncul wujud keterlibatan yang dihayati hingga terbentuklah lingkaran do’a yang menyatukan iman, ilmu dan amal mereka untuk sebuah tujuan kemanusiaan yang akan mereka tanggapi dengan budaya.
Terbentuknya lingkaran do’a yang disebut “Do’a Lingkaran” menandakan terbentuknya sebuah wadah kebudayaan yang bernama Bengkel Teater yang terdiri dari Rendra, Sunarti dan sahabat-sahabat kesenian mereka yang bebas (tidak saling mengikat).
Waktu berjalan, proses kreatih bergerak. Berkesenian dan berkeluarga pun dijalani Sunarti dan Rendra, juga para sahabat kesenian yang juga mengembangkan seninya di Bengkel Teater. Kendati pada mulanya, Rendra sempat berjanji pada Sunarti, jika ia tidak akan main teater lagi sepulang dari Amerika. Namun takdir memberikan jalan kesenian yang memang melekat dala diri sepasang suami-istir itu. Keduanya seolah tak hanya mesra dalam bab hubungan percintaan sebagai suami dan istri, tetapi merekapun kompak dalam membangun dan menghidupi bengkel teater yang lahir pada tahun 1967 itu.
Tantangan kemanusiaan sudah pasti ada. Dimana tak satupun manusia bisa terhindar dari padanya. Apalagi di dalam sebuah jalan menempuh satu perjuangan, dalah hal ini Bengkel Teater misalnya. Dimana, ternyata tantangan kemanusiaan waktu itu ialah dimorphiniskannya anak-anak, orang-orang penting Indonesia dengan kimia (=narkoba) sehingga Bengkel Teater diperlukan untuk mewadahi proses pengutuhan diri dari anak-anak orang-orang penting pendukung kekuatan Indonesia itu. Sehingga, tepatlah nama Bengkel Teater dipakai, karena “bengkel” itu tempat tehnisi bekerja dan “teater” itu meja bedah berlampu sorot untuk dokter bekerja. Lalu Bengkel Teater di-hubung-hubungkan dengan tempat memperbaiki orang rusak.
Satu hal yang penting, Sunarti tentu saja harus konsekwen dengan mengajak anak-anaknya untuk mewadahi pengabdian sang ayah pada kebudayaan yang salah satu wujudnya adalah Bengkel Teater. Tanpa Sunarti mustahil Rendra mampu mengatasi tuntutan kewajiban-kewajiban dan kewajaran seorang ayah dan suami. Sebagai ibu guru di Bengkel Teater beliau menggunakan metode berpikir bebas dari ibunya sehingga memungkinkan siswa berekspresi dengan jujur, tulus, dan indah.
Akhirnya, terasa benar dan tak dapat disangkal, bahwa di balik kebesaran Rendra baik sebagai penyair, dramawan, deklamator, bahkan budayawan tidak dapat dipisahkan dari peran seorang perempuan tangguh, kuat, dan penuh kesabaran. Semua itu dimiliki Sunarti, seorang penari Seriosa ternama yang dikaruniai lima orang anak dalam pernikahannya dengan Rendra yakni Theodorus Setya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa dan Clara Sinta.
“There always the tough woman behind a great man”.
Baca Tulisan Sebelumnya:
Sunarti Soewandi, Wanita di Balik Kebesaran Rendra dan Bengkel Teater
Indonesia-Amerika Saksi Kesetiaan Rendra Kepada Sunarti
Sumber:
1. Trijon Aswin, “Rendra, Seks, Wanita dan Keluarga”, (Jakarta: Depot Kreasi Jurnalistik Jakarta Forum, 1987).
2. Berita Mingguan, Minggu, 4 Agustus 1974
3. W.S. Rendra, Penyair dan Kritik Sosial, (Yogyakarta: Kepel Press, 2001)
4. Arsip dan penuturan Keluarga Sunarti Soewandi
Editor: Romadhon MK