Budaya / SeniCerpen

Rumah  Karyadi

Rumah Karyadi- Ilustrasi Rumah Seorang Seniman. (Istimewa)
Rumah Karyadi- Ilustrasi Rumah Seorang Seniman. (Istimewa)

Cerpen Denipram*

NUSANTARANEWS.CO – Karyadi duduk  menanti kehangatan seiring munculnya sinar mentari pagi di antara tembok rumah yang rapat. Dia menikmati pagi sembari mengenakan headset di kedua telinganya tanpa ada satupun lagu yang ia putar dari gawainya. Dan di depannya berlalu-lalang anak sekolah dan para pekerja pabrik berangkat menunaikan kesehariannya. Dia terlihat memutaar-mutar jari jempol kirinya di layar gawainya, tapi pandangannya tak fokus dengan apa yang ada di tangan kirinya.

“Yad, pagi-pagi ngopi ngapa? Kamu itu duduk diam seperti ayam mengengkrami telurnya saja,” ucap Samto teman Karyadi yang melintas di depannya tanpa  berhenti sebentar pun.  Dia hafal dengan ejekan seperti itu di setiap pagi harinya. Dirinya yang tak lagi punya pekerjaan selama satu setengah tahun ini karena  habis masa kontraknya. Bukan  karena ia tak mau mencari pekerjan lain, sebab usialah yang tak lagi menjadi incaran pabrik dan sekarang banyak pabrik yang lebih menyerap tenaga daun-daun muda. Dia tak ingin bekerja selain di pabrik. Dia merasa bekerja di pabrik lebih terjamin segalanya, tunjangan kesehatan, gaji pokok dan kerjanya hanya menyalakan mesin, ditambah lagi berangkat dijemput dan pulangnya diantar. Daripada sebagai tukang kantoran yang suka bawa tas berisikan kertas-kertas hitungan dan kepala ini pening jika melihat sekumpulan kata-kata, pikirnya. Karyadi mengacungkan jempol untuk mereka yang bekerja di industri rumahan, menurutnya mereka itu berstatus lebih tinggi ketimbang pegawai sipil. Karena baginya mereka itu benar-benar nyata memajukan bangsa ini dengan membuang kerakusan dalam diri mereka, rela diberi upah kecil dan gajinya tergantung seberapa sering mereka masuk kerja. Ia pun berpikir adakah yang sependapat dengan dirinya.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Baca Juga:

Karyadi yang malam-malam harinya selalu tidur di pos ronda, ia sebenarnya tinggal bersama Paklik Mikun adik dari bapaknya. Semenjak lulus sekolah dasar, dia sudah menjadi yatim piatu. Sebenarnya dia punya kakak laki-laki yang sudah beristri dengan dikaruniai dua orang anak dan ia tak ingin tinggal bersama kakaknya. Alasan ia tak serumah dengan kakaknya, karena tak ada rasa tanggung jawab dalam diri kakaknya. Hak warisan yang ia miliki dari mendiang bapaknya telah dikuras habis oleh kakaknya sendiri untuk barang yang tak ada untungnya. Kakaknya pernah membeli burung kicau love bird dan belum sampai satu bulan burung itu raib diterkam kucing tetangganya.

Ada sedikit rasa ragu dalam diri Karyadi jika pulang malam ke rumah Paklik Mikun hanya untuk tidur dan ia memutuskan untuk tidur di pos ronda saja. Dia sungkan dengan istri Paklik yang sering teriak-teriak jika ada barang yang berserakan di dalam rumah. Kadang Buliknya tak masak nasi seharian dan hanya mengandalkan warung makan Bu Inah. Karena itulah Karyadi sungkan untuk pulang jika hanya ingin makan. Sering sekali buliknya teriak-teriak mengomeli anak-anaknya dan dia pun kena semprotnya juga. Pulang ada tamparan, tak pulang  tak bisa makan dan semua itu dimisalkannya seperti angin yang berlalu begitu saja.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

“Yadi, sini mampir ngopi!” teriak Bu Inah  pemilik warung makan, “Aku tahu kamu tak punya uang. Duit urusan nanti, kamu kan sudah begadang semalaman jaga lingkungan.”

“Tak usahlah, Bu Inah. Ibu kan sudah menampung banyak bon dari anak-anak kosan sini,” timpal Karyadi dengan diikuti senyuman ke arah Bu Inah. Dia pun kemudian meneruskan langkah pelan kakinya. Dan ketika sampai di perempatan gang, dia berhenti dan duduk di anak tangga tepi teras tetangganya. Dia teringat masa kecil saat masih duduk di sekolah dasar, di perempatan itu ada pohon talok dan tepat di sebelah pohon itu terdapat anak sungai. Dulu, dia senang sekali bermain kapal-kapalan kertas di anak sungai itu. Airnya masih bersih tak berbau, tempat berendam yang asik di kala udara panas melanda, begitu yang terbayang dalam benaknya. Semisal bisa, ia ingin pulang ke masa-masa kecilnya yang tak memusingkan tempat untuk memejamkan matanya.

Tak tahu kenapa dia merindukan masa-masa kecil, potongan rambut yang bukan seleranya tak jadi masalah jika bapaknya yang mencukurnya. Bapak, sebuah kata yang tertulis dalam pikirannya sekarang ini. Tak ada bapak yang jika marah sambil mengelus-elus rambutnya, tak ada bapak yang tersenyum ketika dirinya pulang ke rumah karena kelelahan bermain seharian.

Paklik Mikun tak begitu menghiraukan Karyadi pulang ke rumahnya atau tidak. Dia sudah hafal betul di mana tempat bermain Karyadi dan dia berpikir Karyadi kan sudah dewasa, sudah tahu ini pantas apa tidak. Kadang dia hanya mengingatkan Karyadi untuk makan.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Karyadi masih melajang di usianya yang sudah pantas untuk melepas bujangnya. Dia nampak tak mempersoalkan tentang pernikahan, tapi dalam hati yang terdalam dia menahan persoalan itu supaya tak muncul dalam bentuk rupanya. Dalam dada Karyadi selalu berdetak cepat ketika ada yang bicara tentang jodoh. Dia pernah dengar jika jodoh merupakan salah satu rahasia Tuhan dan ia percaya jika suatu saat ada seorang wanita yang akan pulang dalam pelukannya.

Masih belum beranjak dari anak tangga, Karyadi mulai terusik dengan suara kendaraan sepeda motor yang berlalu-lalang di depannya. Dia seakan tak mau meninggalkan anak tangga, tapi sinar matahari tak lagi hangat malah seakan mulai membakar kulitnya. Tak ingin pulang ke rumah Paklik Mikun, tapi entah ingin pergi ke mana, demikian yang dirasanya. Dia pulang atau tidak tak ada yang memedulikannya. Baginya, pulang tak hanya ke rumah, pulang bukan hanya untuk bertemu keluarga dan pulang menurut dia ialah meletakkan semua beban yang ia pikul seharian. Dan ketika sedang melintas di depan masjid, ia melihat seorang marbot sedang menyapu halaman masjid.

*Denipram, tergabung di komunitas Kamar Kata Karanganyar. Bisa dihubungi melalui email: [email protected] IG: @denipram

Related Posts

1 of 3,175