Ekonomi

Rizal Ramli Berharap Infrastruktur yang Membebani Rakyat Tak Terulang di Pemerintahan Baru

Ekonom Senior, Rizal Ramli. (Foto: Romadhon/NUSANTARANEWS.CO)
Ekonom Senior, Rizal Ramli. (Foto: Romadhon/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pembangunan infrastruktur di era Jokowi menurut ekonom senior Rizal Ramli menyisakan banyak masalah sehingga membebani rakyat. Untuk itu, kedepan kasus serupa tidak terulang kembali di periode pemerintahan baru nanti.

Rizal Ramli mengatakan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol yang dilakukan Jokowi terlalu terburu buru dan tidak sabaran. Sehingga pembangunan tol yang semestinya bukan menjadi beban rakyat, namun oleh presiden justru diserahkan ke BUMN untuk menyelesaikannya.

“Nah BUMN akhirnya harus disubsidi anggaran dan utang. Padahal kalau ikut saran saya kita gak ada masalah dengan urusan begini,” kata Rizal Ramli, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (29/3/2019).

Dirinya menegaskan dalam kasus pembangunan infrastruktur seperti jalan tol tidak boleh menggunakan dana dari APBN. Semestinya lanjut dia, pemerintah bisa melakukan mekanisme pembangunan tol ke swasta, sehingga negara tidak perlu utang dan menggunakan APBN untuk keperluan tol.

“Di masa sehabis ini saya berharap tidak ada lagi uang APBN dipakai bangun bangun jalan tol. Karena itu kan swasta,” tegas Rizal Ramli.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Ia menambahkan uang negara hanya boleh untuk membangun hal hal yang bersifat non kemersil. Misalnya jalan negara, jalan kabupaten, jalan provinsi, jalan desa, dan jalan jalan yang bersifat gratis.

“Iya kan? Ini kebalik balik. Uang APBN dipakai bangun jalan tol lewat BUMN. Jadi mohon maaf, Pak Jokowi bagus, tapi kurang canggih,” ungkapnya.

Rizal Ramli menjelaskan, kenapa pembangunan infrastruktur era Jokowi justru menimbulkan trauma di masyarakat? Sebab, dalam kasus infrastruktur ini, pemerintah disebutnya melakukan 3 O. Yakni over supply (terlalu banyak yang dibangun padahal belum waktunya), over price (terlalu tinggi atau mahal biayanya) dan over borrowing (terlalu banyak dana pinjaman atau utang).

Pewarta: Romadhon
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,063