Politik

Rezim Jokowi Dinilai Tak Pandai Mengelola Perbedaan Pendapat

Maklumat Deklarasi Relawan Ganti Presiden 2019. (foto: nusantaranews.co)
Maklumat Deklarasi Relawan Ganti Presiden 2019. (foto: nusantaranews.co)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Disadari atau tidak, gebrakan Neno Warisman membawa tagar 2019 ganti presiden telah mengetuk pintu hati rakyat dan membuat kelimpungan penguni Istana Negara. Polisi bahkan harus dikerahkan untuk membungkam gerakan aspirasi Neno sebagai representasi kaum emak-emak dalam rangka menghadapi perhelatan akbar 2019. Rezim Jokowi pun dihujani kritik.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah merasa heran Neno Warisman justru ditolak datang ke tanah Melayu, Pekanbaru beberapa waktu lalu. Tindakan persekusi dan pemaksaan pulang Neno dari Pekanbaru merupakan noda besar setelah 20 tahun reformasi bergulir.

Masa di Tanah Melayu ada orang nggak menerima ibu Neno Warisman. Ngawur itu preman. Salah tempat, salah kostum kali,” ucap Fahri Hamzah dikutip dari laman pribadinya, Selasa (28/8/2018).

“Kalau begini cara kalian mengelola perbedaan pendapat, rusak negara ini,” tambahnya.

Baca juga: Dilarang Diskusi, Kecuali Berhadiah Sepeda

“Katanya survei menang besar? Masa sama perempuan aja takut kalian, pakai kirim preman bakar ban bekas di bandara segala?,” lanjut Fahri.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar Paripurna Penyampaian Nota Ranperda APBD Tahun 2025

Seperti diwartakan, ratusan massa di Pekanbaru menghadang Neno Warisman di Bandara Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru pada Sabtu (25/8) lalu. Neno rencananya akan menjadi pembicara dalam acara deklarasi 2019 ganti presiden di Pekanbaru.

Tak hanya di Pekanbaru, aksi pembubarakan serupa juga terjadi di Surabaya, Jawa Timur.

“Bikin deklarasi yang sama dong. Jangan sok kuasa lah! Jangan memancing perpecahan!,” tutur Fahri.

Baca juga: Rakyat Belum Merdeka!

Menurut dia, rezim saat ini tampaknya perlu diberi kuliah tentang pengantar demokrasi, sejarah reformasi (teori negara hukum), makna kebebasan, mengelola perbedaan (hak-hak warga negara) dan lain-lainya.

“Ada pejabat BIN Daerah yang nggak baca UU intelijen maka dia harusnya dipecat aja. Otaknya masih bermental otoriter, dia kira BIN punya kekuatan eksekusi, dia kira konstitusinya masih UUD sebelum amandemen,” tuturnya. (nvh/anm/bya)

Editor: Banyu Asqalani

Related Posts

1 of 3,086