Revolusi Sistem Energi Dunia

Revolusi Sistem Energi Dunia
Revolusi Sistem Energi Dunia

NUSANTARANEWS,CO – Energi merupakan faktor utama dalam menopang pembangunan suatu negara, terutama dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Tanpa kemandirian energi, maka akan sulit bagi suatu negara untuk berkompetisi dengan negara lain. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat dengan pesat maka dikembangkan berbagai energi alternatif, di antaranya energi terbarukan. Potensi energi terbarukan, seperti: biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar.

Sebagai informasi, menurut Lard Waldmann dari Angora Energiewende, sebuah lembaga think tank Jerman, bahwa Indonesia dengan kawasan lima kali lebih luas dari Jerman, maka hanya membutuhkan luas lahan maksimum 15.000 m2 untuk instalasi solar panel yang lengkap dengan kapasitas listrik 40.000 MW. Sebagai perbandingan bahwa diperlukan 300 km2, hampir 2% dari luas gurun sahara untuk memasok listrik bagi seluruh dunia dengan teknologi solar panel

Tidak mengherankan bila dewasa ini, panel listrik tenaga surya telah mendorong terjadinya revolusi sistem energi dunia. Peningkatan penggunaan panel energi surya terus melonjak dari hanya 2% pada 2016 diperkirakan menjadi 13% pada 2030. Hal ini terungkap berdasarkan laporan terbaru International Renewable Energy Agency (IRENA). Bahwa perkembangan ekspansi energi surya belakangan ini disebabkan oleh menurunnya biaya panel surya yang mencapai lebih dari 50% dalam 10 tahun terakhir.

Seperti diketahui panel energi surya telah menjadi sumber energi listrik yang paling banyak dipasang dan dimiliki oleh masyarakat luas. Energi surya menyumbang 20% kapasitas produksi energi baru pada 2015. Dalam lima tahun terakhir, kapasitas terpasang energi surya naik dari 40 Gigawat (GW) menjadi 227 GW. Melampaui kapasitas produksi listrik di Afrika yang hanya 175 GW.

Biaya energi surya saat ini berkisar 5 hingga 10 sen AS (US$ 0,05-0,10) per kilowatt-jam (kWh) di Eropa, China, India, Afrika Selatan dan Amerika Serikat. Sementara pada 2015, sejumlah negara mencetak rekor biaya terendah untuk energi surya yaitu di Uni Emirat Arab (5,84 sen/kWh), Peru (4.8 sen/kWh) dan Meksiko (4,8 sen/kWh). Pada Mei 2016, lelang pembangunan pembangkit energi surya di Dubai menghasilkan harga terendah 3 sen/kWh.

Investasi energi surya mewakili lebih dari separuh investasi di sektor energi terbarukan dunia. Pada 2015, investasinya mencapai US$67 miliar untuk panel atap tenaga surya, US$92 miliar untuk sistem skala pembangkit (utility) dan US$ 267 juta untuk aplikasi off-grid. Jaringan rantai pasokan energi surya saat ini telah membuka lapangan kerja untuk 2,8 juta orang di sektor manufaktur, instalasi dan perawatan, dan menjadi sektor energi terbarukan sebagai jumlah lapangan kerja terbanyak.

Yang tidak kalah pentingnya. Produksi energi surya telah berhasil mengurangi emisi CO2 hingga 300 juta ton per tahun. Potensi pengurangan emisi penyebab perubahan iklim dan pemanasan global ini bisa naik hingga 3 Gigaton per tahun pada 2030. Tren ini menjadi pertanda revolusi energi surya terus berlanjut.(Banyu)

Exit mobile version