EkonomiPolitik

Revisi UU Penerimaan Negara Bukan Pajak Diminta Fokus ke SDA

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Revisi UU tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diminta tidak hanya membebani rakyat dan meniadakan keadilan. Sebab RUU PNBP itu dianggap akan membebani rakyat karena berencana menjadikan uang pangkal, uang semester pendidikan dan jasa pelayanan kesehatan sebagai objek sasaran PNPB.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, menyatakan akan terus menolak revisi UU PNBP selama bertugas di Baleg. Dia berjanji akan memperjuangkan revisi UU yang sudah diajukan pemerintah sejak tahun 2012 itu bisa sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD 1945. Dengan tujuan memperbaiki UU yang sudah ada.

“Memperbaiki bukan sekadar teknisnya bagaimana, tapi juga bisa menghadirkan kedaulatan keuangan kita sebagai suatu bangsa. Bagaimana masalah keuangan ini sesuai perspektif keadilan. Dikatakan di sini bahwa bersifat adil itu tidak diskriminatif,” ujar Rieke dalam diskusi publik bertajuk “RUU PNPB Lolos, Rakyat Tambah Beban” di Hotel Amaris Tebet, Jakarta, Rabu (1/11/2017

Baca Juga:  Mengawal Pembangunan: Musrenbangcam 2024 Kecamatan Pragaan dengan Tagline 'Pragaan Gembira'

Menurutnya keadilan yang merata bukan hanya adil bagi pemerintah atau rakyat kecil. Keadilan itu harus dirasakan semua pemangku kepentingan agar tidak ada yang merasa paling terbebani.  “Harus dilihat siapa yang seharusnya terkena PNBP dan mana yang tidak. Tidak bisa pukul rata,” ucap Rieke.

Rieke lebih setuju jika UU PNBP lebih mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pengelolaan sumber daya alam. Misalnya, dibebankan kepada perusahaan tambang dan sejenisnya.

Pasalnya, perusahaan tambang selama ini belum memberikan sesuatu yang berdampak untuk negara. Seperti Freeport misalnya, perusahaan tambang asal Amerika itu pertahunnya baru mampu memberikan 12 triliun saja dari PNBP ke pemerintah Indonesia.

Menurut Rieke, hal itu lebih sesuai dengan azas non diskriminatif “Betul, harus ada revisi tetapi isinya adalah mengoptimalkan sumber daya alam. PNBP dari sumber daya alam,” jelasnya.

Sementara itu, ekonom senior Rizal Ramli mengatakan selama ini dirinya melihat, penarikan pungutan yang sifatnya resmi dari komoditas unggulan belum terserap secara maksimal.

Baca Juga:  DPC PDIP Nunukan Buka Penjaringan Bakal Calon Kepala Daerah Untuk Pilkada Serentak 2024

“Padahal ada cara kok. Fokus sama sumber daya alam, migas, non migas, emas, nikel, batu bara, Freeport. Itu akan berkali-kali dapatnya dari pada ngumpulin uang kecil yang didapat dari pendidikan, kesehatan yang sebetulnya hak rakyat, dimana tugas negara wajib menyediakan ya secara gratis,” ungkapnya.

Untuk diketahui, pemerintah dan Komisi XI DPR ‘dalam hening’ kini masih membahas mengenai revisi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

RUU PNBP itu juga sudah masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) DPR tahun 2017. Salah satu yang diatur dalam naskah akademik yang disodorkan pemerintah adalah PNBP yang semangat awalnya adalah untuk mengejar pendapatan negara di sektor sumber daya alam, dalam PNBP yang baru, diatur juga soal pembebanan pungutan tambahan selain pajak di hampir semua sektor.

Sebagai informasi, porsi terbesar penerimaan PNBP yakni berasal dari sumber daya alam (SDA). Namun dalam kurun waktu 2014 – 2016 penerimaan bukan pajak dari sektor SDA terus tergerus.

Baca Juga:  Mulai Emil Hingga Bayu, Inilah Cawagub Potensial Khofifah Versi ARCI

Realisasi PNBP SDA tahun 2014 tembus ke angka Rp240, 8 triliun, sedangkan tahun 2015 anjlok menjadi Rp101 trilun, kemudian mencapai titik terendah pada 2016 sebesar Rp64,9 triliun. Tren tersebut membuat target PNBP tahun 2017 dipatok lebih rendah yakni Rp250 triliun.

Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 2