ArtikelBerita Utama

RESTORASI KARAKTER BANGSA (Bag. 1)

M. Soeprapto (Foto Dok. Nusantaranews)
M. Soeprapto (Foto Dok. Nusantaranews)

Penulis: Soeprapto M.Ed.

NUSANTARANEWS.CO – Dewasa ini sebagian kalangan masyarakat merasa risau terhadap perilaku manusia Indonesia yang dinilai menyimpang dari akhlak atau karakter mulia. Mereka telah dianggap tidak mampu lagi membedakan antara peri laku yang terhormat dan terpuji dengan perbuatan yang hina dan tidak bermartabat. Mereka juga sudah tidak memahami atau peduli lagi terhadap perbuatan yang dinilai memalukan dan hina. Mereka juga sudah tidak mampu lagi membedakan antara perbuatan yang mulia dan nista. Sehingga tata hubungan masyarakat menjadi rancu. Di sini, dibutuhkan suatu langkah restorasi karakter bangsa.

Seorang pakar menggambarkannya sebagai masyarakat yang bermoral morat-marit. Apabila hal ini terus berlanjut bukan mustahil akan berkembang menjadi masyarakat anarkis atau anomi, suatu mayarakat tanpa paugeran, yang menghalalkan segala cara, sehingga akan berkembang suatu masyarakat yang digambarkan oleh Thomas Hobbes dengan istilah homo homini lupus.

Mencermati kondisi yang memprihatinkan tersebut, tampaknya telah mendorong hati sebagian masyarakat luas untuk membangun kembali karakter bangsa. Tiada kurang Bapak Presiden Joko Widodo dengan membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) agar kondisi bangsa dan negara tidak meluncur lebih buruk, maka harus segera diupayakan pembangunan kembali karakter bangsa, rebuilding the nation

Merujuk pada gagasan dan kerisauan yang timbul dalam masyarakat tersebut, dipandang perlu segera diselenggarakan “Restorasi Karakter Bangsa.” Namun sebelum kita kupas bagaimana restorasi karakter bangsa diselenggarakan, perlu difahami lebih dahulu beberapa pengertian yang terkait dengan karakter, yakni jatidiri, nilai dan norma kehidupan.

Pertama adalah Karakter, yang sering padanan kata watak, tabiat, perangai atau akhlak. Dalam bahasa Inggris character diberi arti a distinctive differentiating mark, tanda yang membedakan secara tersendiri. Karakter adalah keakuan rohaniahhet geestelijk ik, yang nampak dalam keseluruhan sikap dan perilaku, yang dipengaruhi oleh bakat, atau potensi dalam diri dan lingkungan. Karakter juga diberi makna the stable and distinctive qualities built into an individual’s life which determine his response regardless of circumstances. Dengan demikian karakter adalah suatu kualitas yang mantap dan khusus (pembeda) yang terbentuk dalam kehidupan individu yang menentukan sikap dalam mengadakan reaksi terhadap rangsangan dengan tanpa mempedulikan situasi dan kondisi.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar Paripurna Laporan LKPJ Bupati TA 2023

Karakter secara harfiah adalah stempel, atau yang tercetak, yang terbentuk dipengaruhi oleh faktor endogeen/dalam diri dan faktor exogeen/luar diri. Sebagai contoh rakyat Indonesia semula dikenal bersikap ramah, memiliki hospitalitas yang tinggi, suka membantu dan peduli terhadap lingkungan, dan sikap baik yang lain; dewasa ini telah luntur tergerus arus global, berubah menjadi sikap yang kurang terpuji, seperti mementingkan diri sendiri, mencaci maki pihak lain, mencari kesalahan pihak lain, tidak bersahabat dan sebagainya. Hal ini mungkin saja didorong oleh keinginan untuk bersaing sebagai salah satu kompetensi yang harus dikembangkan dalam era globalisasi. Karakter dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.

Ada ahli yang berpendapat bahwa manusia tercipta dalam perbedaan secara individual, hal ini nampak dalam tingkat kecerdasan, dalam kemampuan ungkapan emosional dan manifestasi kemauan. Manusia juga dibekali oleh Tuhan dengan kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, meski ukuran benar-salah dan baik-buruk mengalami perkembangan sesuai dengan pertumbuhan yang dialami oleh manusia dan tantangan zamannya. Dengan demikian moral dan karakter pada manusia melekat secara kodrati, namun selalu mengalami perkembangan sesuai dengan pertumbuhan dan tantangan yang dihadapi. Karakter membentuk ciri khas individu atau suatu entitas suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas lain. Kualitas yang menggambarkan suatu karakter bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud, yang akan selalu nampak secara konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau entitas dalam menghadapi setiap permasalahan.

Kedua adalah Jatidiri, yang dalam bahasa Inggris disebut identity adalah suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Kualitas yang menggambarkan suatu jatidiri bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud. Jatidiri merupakan pencerminan individu atau suatu entitas yang mempribadi dalam diri individu atau entitas yang selalu nampak dengan konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau entitas dalam menghadapi setiap permasalahan.

Baca Juga:  Politisi Asal Sumenep, MH. Said Abdullah, Ungguli Kekayaan Presiden Jokowi: Analisis LHKPN 2022 dan Prestasi Politik Terkini

Dalam mengadakan reaksi terhadap suatu stimulus, individu tidak secara otomatis mengadakan respons terhadap stimulus tersebut, tetapi organisme atau individu yang bersangkutan memberikan warna bagaimana respons yang akan diambilnya. Setiap organisme memiliki corak yang berbeda dalam mengadakan respons terhadap stimulus yang sama. Hal ini disebabkan oleh jatidiri yang dimiliki setiap organisme, individu atau entitas yang bersangkutan. Sebagai akibat suatu rangsangan yang sama dapat saja diterima oleh suatu individu, dapat ditolak oleh individu yang lain.

Meskipun diakui bahwa perjalanan hidup suatu individu dalam menghadapi permasalahan mengalami perkembangan dan perubahan dalam mengadakan reaksi terhadap suatu permasalahan yang berulang, namun pada hakikatnya selalu bersendi pada kualitas dasar yang telah mempribadi, yang menjadi jatidiri individu dimaksud.

Adanya jatidiri pada suatu individu, khususnya manusia, memang merupakan karunia Tuhan. Suatu bukti menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki ciri khusus secara fisik dalam bentuk sidik jari, dan DNA . Sehingga dianggap wajar dalam segi mental, manusia juga memiliki ciri khusus yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lain. Dengan demikian mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabat dengan setara, dan menghormati jatidiri manusia merupakan suatu tindakan moral terpuji.

Dengan memiliki jatidiri dan menerapkannya secara konsisten, seseorang tidak akan mudah terombang-ambing oleh gejolak yang menerpanya. Ia memiliki harga diri, dan kepercayaan diri, sehingga tidak mudah tergiur oleh rayuan yang menyesatkan. Dari uraian tersebut jelas bahwa jatidiri sangat diperlukan bagi seseorang untuk mencapai sukses dalam membawa dirinya.

Ketiga adalah Nilai dan Norma Kehidupan. Dalam menjalankan hidupnya manusia tidak terlepas dari nilai dan norma yang mewarnai kehidupannya. Sejak zaman purba manusia selalu mendambakan keadilan, kejujuran, kesejahteraan, keberadaban dan sebagainya. Orang selalu membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang adil dan yang dzalim Mereka sangat peduli dengan nilai kehidupan. Mereka mendambakan agar anggota masyarakat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai yang dipilihnya.

Baca Juga:  Polres Pamekasan Sukses Kembalikan 15 Sepeda Motor Curian kepada Pemiliknya: Respons Cepat dalam Penanganan Kasus Curanmor

Nilai adalah kualitas yang melekat pada suatu hal ihwal, perkara atau subyek tertentu yang berakibat dipilih atau tidaknya hal ihwal, perkara atau subyek tersebut dalam kehidupan masyarakat. Suatu pemerintahan yang adil selalu menjadi dambaan rakyat. Lukisan yang indah selalu diburu oleh para kolektor lukisan. Orang yang jujur selalu dihargai oleh masyarakatnya, dan sebagainya. Apabila nilai dapat terwujud, maka akan menimbulkan rasa puas diri pada masyarakat, yang bemuara pada rasa tenteram, nyaman, sejahtera dan bahagia.

Sayangnya pengertian terhadap suatu nilai sering, atau bahkan pada umumnya, belum satu faham. Suatu contoh bahwa ada yang berpendapat bahwa nilai itu bersifat subyektif, sangat tergantung siapa yang menyampaikannya; ada pula yang mengatakan nilai bersifat obyektif tidak tergantung pada subyek yang mengungkapkannya. Nilai melekat secara intrinsik tidak tergantung dari yang menggunakannya. Di samping itu masih terdapat perbedaan pengertian terhadap suatu nilai. Nilai adil, misalnya, memiliki pengertian yang sangat beraneka, sehingga sering terjadi perbedaan pendapat mengenai keadilan terhadap suatu hal ihwal atau perkara yang satu. Suatu perkara atau hal ihwal dapat dikatakan adil oleh pihak tertentu, secara bersamaan dikatakan tidak adil oleh pihak lain. Bagaimanapun, masyarakat sangat mendambakan nilai-nilai tertentu dan selalu berusaha untuk mewujudkannya.

Nilai yang dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan atau menilai suatu tingkah laku manusia disebut norma. Norma adalah berasal dari bahasa Latin yang artinya siku-siku, suatu alat untuk mengukur apakah suatu obyek tegak lurus atau miring. Demikian pula halnya dengan norma kehidupan, dipergunakan manusia sebagai pegangan atau ukuran dalam bersikap dan bertindak; apakah sikap dan tingkah lakunya tidak menyimpang dari nilai yang telah ditetapkan. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikenal berbagai norma, seperti norma agama, norma adat, norma moral, norma hukum dan sebagainya. Masing-masing mendukung nilai sesuai dengan bidangnya.***

Related Posts

1 of 4