PeristiwaPolitik

Respon GP Ansor Terkait Tren Kehidupan Keagamaan yang Intoleran

NUSANTARANEWSS.CO, Jakarta – Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor merespon tren kehidupan keagamaan di Indonesia dengan gejala yang dinilai kian intoleran dan menafikan kelompok lain. Respon PP GP Ansor kali ini dibungkus dengan acara Bahtsul Masail Kiai Muda bertema ‘Kepemimpinan Non-Muslim di Indonesia’.

Bahtsul Masail rutinan ini diselenggarakan pada 11-12 Maret 2017 di Aula Iqbal Assegaf PP GP Ansor, Jakarta. Hasilnya disampaikan dalam keterangan pers yang dihadiri oleh Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, KH Abdul Ghofur Maimun Zubair (musohhih atau perumus), Dansatkornas Banser Alfa Isnaeni, dan salah satu Ketua GP Ansor Saleh Ramli.

Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan, pilihan tema kali ini semata-mata karena GP Ansor meyakini bahwa Islam dan Indonesia itu suatu hal yang tidak bisa dipertentangkan dengan dalih apapun, termasuk kepentingan politik.

“Tema kali ini juga sebagai respon atas kegelisahan Gerakan Pemuda Ansor ketika melihat Islam dipolitisasi sedemikian berlebihan dan menghakimi pihak yang berbeda preferensi politiknya sebagai bukan Islam,” kata Yaqut dalam keterangan tertulis yang diterima nusantaranews.co, Minggu (12/3/2017) malam.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

Lebih parah lagi, lanjut Yaqut, kegelisahan dan kekhawatiran yang dirasakan pemuda Ansor muncul setelah melihat potret kontestasi politik di Jakarta tidak terkontrol dan cenderung ganas, dan bukan tidak mungkin dapat menyebar di daerah lain.

“Kecenderungan intoleransi sesama umat Islam semakin kasat mata dan tergambar dengan adanya spanduk di sejumlah masjid yang tidak menerima pengurusan jenazah Muslim bagi pemilih dan pendukung calon pemimpin non-Muslim,” imbuhnya.

Oleh karena itu, PP GP Ansor menyatakan beberapa hal yag salah satunya mengenai prinsip berbangsa dan bernegara.

“Kami memandang bahwa dengan diterimanya NKRI, UUD 1945 dan Pancasila sebagai sebuah kesepakatan para pendiri bangsa, yang salah satunya adalah tokoh NU KH. Wahid Hasyim, maka sebagai warga NU, kami menerima sistem bernegara dan berbangsa dalam bingkai NKRI. Dan karena itu, produk turunan dari konsititusi itu sah dan mengikat bagi warga NU dan tentunya warga Indonesia pada umumnya,” terang Yaqut.

Baca Juga:  Dukung Di Munas Golkar 2024, Satkar Ulama Jawa Timur Beber Dukungan Untuk Airlangga

Penulis/Editor: Sulaiman

Related Posts

1 of 31