Hankam

Resmi Jadi Anggota Tidak Tetap DK PBB, Pengamat: Harus Refleksikan Politik Luar Negeri Indonesia

Pengamat Pertahanan Susaningtyas Kertopati. (Foto: Istimewa)
Pengamat Pertahanan Susaningtyas Kertopati. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Indonesia resmi menjadi anggota tidak tetap DK PBB yang ditandai pencanangan Bendera Merah Putih di markas PBB dilakukan pada 2 Januari 2019.

“Kita ucapkan selamat kepada pemerintah, khususnya Presiden Jokowi dan Menlu Retno Marsudi yang kemarin telah sah menjadikan RI sebagai anggota Tidak Tetap DK PBB,” ucap Pengamat Pertahanan, Susaningtyas Kertopati, Jakarta, Jumat (4/1/2019).

Pencanangan Sang Saka Merah Putih tersebut merupakan acara simbolik yang menandakan bahwa Indonesia resmi menjadi anggota tidak tetap DK PBB hingga 31 Desember 2020 mendatang. Ini menjadi kali keempat Indonesia berhasil terpilih sebagai anggota tidak tetap DK PBB untuk periode 2019-2020.

Baca juga: Indonesia Resmi Menjadi Anggota Tidak Tetap DK PBB untuk Kali Keempat

Menurut Susaningtyas, Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB harus merefleksikan politik luar negeri Indonesia. Visi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia harus menjadi program utama Indonesia saat menjadi anggota tidak tetap DK PBB terutama terkait implementasi pilar kelima yaitu mewujudkan pertahanan maritim yang handal.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

“Pertahanan maritim yang dapat menjaga stabilitas keamanan perairan Indonesia dapat ditempuh melalui hard power dan soft power. Seperti kita ketahui hard power ditempuh melalui Program MEF sedangkan soft power dapat ditempuh melalui diplomasi maritim,” terangnya.

Pengamat yang akrab disapa Nuning ini menuturkan, sebagai bentuk nyata implementasi pilar keempat Poros Maritim Dunia maka diplomasi maritim dapat diarahkan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai mediator konflik Laut Cina Selatan.

“Dengan keikutsertaan Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB, maka Indonesia dapat berperan lebih aktif untuk mengusulkan berbagai alternatif solusi konflik,” paparnya.

Para diplomat Indonesia, lanjut Nuning, dapat memperoleh political capital untuk mengundang semua pihak yang berkepentingan guna mempercepat solusi tersebut sesuai Hukum Laut Internasional 1982.

“Indonesia dapat menyiapkan para diplomat yang akan mengawaki pos tersebut di PBB dalam bentuk tim terpadu, tidak saja para pejabat Kemenlu RI tetapi juga para pejabat dari berbagai instansi yang menangani pertahanan maritim, seperti perwira TNI AL, Bakamla dan lain-lain,” jelas Nuning.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

“Selain hard power dan soft power, Indonesia juga dapat mengoptimalkan smart power,” sambung dia.

(eda/edd)

Editor: Almeiji Santoso

Related Posts

1 of 3,056