ArtikelHankamPeristiwa

Renungan Sumpah Pemuda, Ancaman dan Tantangan yang Selalu Berulang

NUSANTARANEWS.CO – Kalau kita pelajari sejarah terjadinya konflik antar manusia, antar bangsa dan antar negara, akar permasalahannya menurut anggota Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB) Hernowo Hadiwonggo adalah keserakahan untuk meraih harta, kuasa dan tahta.

Oleh sebab itu strategi yang diterapkan biasanya pertama-tama, kata Hernowo kuasai dulu wilayahnya supaya hartanya (kekayaan alamnya) dapat dikuasai, kemudian melanggengkan penguasaan kekayaan suatu wilayah.

Dirinya menambahkan agar pemerasaan kekayaan di suatu wilayah dapat lestari, dibangunlah tahta di wilayah tersebut. Maka timbullah kolonialisme dan imperialisme. Ekonomi liberal yang individualistis  dan kapitalistis berdasarkan laissez faire laissez passer-nya Adam Smith menimbulkan kolonialisme dan imperialisme di dunia ketiga (Asia, Afrika dan Amerika Latin); di samping itu juga menimbulkan konflik antar negara di Eropa (Perang Eropa I dan Perang Eropa II).

Karena hampir semua Negara Eropa memiliki wilayah jajahan (koloni) di Asia, Afrika dan Amerika Latin maka mereka menyebutnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Kedua perang besar tersebut penyebabnya tidak lain adalah perebutan kekuasaan di bidang ekonomi.

Baca Juga:  Pesawat Yang Hlang Kontak di Nunukan Berhasil Ditemukan. Pilot Selamat dan Mekanik Meninggal

Contohnya, Perang Eropa II yang disebabkan oleh keserakahan Adolf Hitler (Jerman) untuk menguasai perekonomian Eropa, bahkan perekonomian dunia oleh seorang sejarawan dikatakan bahwa (dalam bahasa Inggeris): “The cause of the war is made in Germany” atau “The cause of the war is ‘Made in Germany’!”. Karena pada tahun 1930-an barang-barang yang bermerek “Made in Germany” beredar hampir di seluruh negara di dunia dan kualitasnya memang bagus.

Mengenai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang dihadapi bangsa Indonesia dari dulu hingga sekarang ini tidak berubah, yakni: liberalisme, kapitalisme, kolonialisme dan imperialisme. Hanya penampilan liberalism, kapitalisme, koloniallisme dan imperialisme tersebut dari waktu ke waktu di kemas dengan kemasan yang disesuaikan dengan percaturan politik pada masa kini.

Sehingga banyak negara-negara berkembang yang pada umumnya bekas negara jajahan (termasuk Indonesia) terkecoh oleh penampilan yang elok. Lebih-lebih jika para pemimpinnya dihinggapi penyakit keserakahan keduniaan yang tiga itu, maka para “pemimpin” tersebut tidak mampu membawa bangsa Indonesia ke tataran bangsa yang  bebas, merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Inilah ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang dihadapi bangsa Indonesia dari waktu ke waktu, sehingga rasanya bangsa Indonesia menghadapi ancaman yang rutin, yang itu-itu saja. Oleh sebab itu, menurut Hernowo perlu semacam mawas diri (introspeksi), kemudian mengadakan renungan (kontemplasi) dengan menanyakan kepada diri kita masing-masing.

Sudah bebaskah atau masih bebaskan negara dan bangsa Indonesia sekarang ini? Sudah merdekakah atau masih merdekakah negara dan bangsa Indonesia? Sudah berdaulatkah atau masih berdaulatkah negara dan bangsa Indonesia? Sudah bersatukah atau masih bersatukah negara dan bangsa Indonesia? Sudah adil dan makmurkah negara dan bangsa Indonesia sekarang ini?

Baginya, mungkin masih banyak yang dapat menjadi renungan dalam memperingati Sumpah Pemuda yang ke-89 tahun ini. “Oleh karena itu bukan hanya generasi muda yang diharapkan melakukan renungan ini, melainkan semua generasi yang telah menikmati perjuangan generasi terdahulu atau ‘generasi penikmat kemerdekaan’, yaitu kemerdekaan sebagai hasil perjuangan generasi-generasi terdahulu. Ini benar-benar renungan untuk bermawas diri atau introspeksi,” ungkapnya (*)

Baca Juga:  Pemkab Nunukan dan Unhas Makassar Tandatangani MoU

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 5