Berita UtamaFeaturedHankamHeadlineHot TopicTerbaru

Reformasi Polri: Kembalikan Polisi ke Pelukan Kemendagri

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sejak awal, banyak pihak ragu dengan kepemimpinan Polri di tangan Jenderal Tito Karnavian. Tito terbilang sosok polisi paling mulus karirnya di institusi Bhayangkara. Lulusan Akpol 1987 ini dinilai masih terlalu muda memimpin institusi sebesar Polri dan masih ada Perwira Tinggi (Pati) lebih senior seperti Akpol 81, 82, 83, 84, 85 dan Akpol 86.

Namun, keenam angkatan itu semua dilompat seorang Tito. Senioritas tampaknya sudah tidak berlaku. Padahal, senioritas adalah ruh yang menjaga solidnya organisasi Polri. Kini, senioritas itu telah dicabut Presiden Joko Widodo dengan cara melantik Tito sebagai Kapolri. Dan patut diduga, kecemerlangan karir Tito di Polri karena memang memiliki hubungan khusus dengan Presiden Jokowi.

Belakangan, setelah satu tahun lebih Tito memimpin Polri, muncul beragam persoalan. Yang paling mengerikan adalah sikap Polri yang kini sangat mudah melakukan aksi penangkapan terhadap aktivis-aktivis yang kritis terhadap kepemimpinan Jokowi.

BACA JUGA:
Naiknya Tito Karnavian Sebagai Tanda Bangkitnya Rezim Baru
Bila Tito Menjadi Kapolri, Regenerasi Polri Menjadi Instan
Jadi Kapolri, Tito Kangkangi 6 Angkatan di Kepolisian
Kalau dalam Setahun Tidak Melakukan Reformasi, Lebih Baik Tito Dipecat Saja
Pledoi Penulis Jokowi Undercover Bongkar Siapa Diri Tito Karnavian
Konflik TNI-Polri, Grand Design Pelemahan NKRI
Mantan Kapolri Chairuddin Ismail: Banyak yang Tidak Dipahami Tentang Kepolisian
Pengamat: Ada Grand Design Adu Domba TNI, Polri dan BIN

Baca Juga:  Catatan Kritis terhadap Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024

Kapolri era pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid Jenderal Polisi (Purn) Chairuddin Ismail pernah mengingatkan bahwa, fungsi kepolisian sangat berbeda dengan tentara. Pertama, memerangi kejahatan. Kedua, memelihara ketertiban umum. Ketiga, melindungi warga dari beragam ancaman.

“Saya menulis buku tentang ilmu Kepolisian di Indonesia. Banyak sekali yang tidak dipahami tentang Kepolisian. Kepolisian bukan sekadar institusi, yang kemudian diberi senjata disuruh melakukan sesuatu,” katanya seperti dikutip NusantaraNews edisi cetak Nusantara Vol 3.

Lebih rinci lagi, tugas pokok Polri di antaranya memelihara Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat), menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Jika tugas Polri seperti itu, lantas apakah Polri harus dilengkapi dengan senjata-senjata standar militer?

Polri di bawah kepemimpinan Tito kini sedang berusaha mengadakan sedikitnya 10 ribu pucuk senjata api. Itu untuk senjata jenis pistol. Berdasarkan APBN 2017, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengkonfirmasi bahwa anggaran tersebut untuk membeli 15 ribu senjata api. Polri sudah teken kontrak PT Pindad untuk membeli 5.000 pistol jenis MAG 4, lalu 10 ribu sisanya impor. Sumber terpercaya NusantaraNews menyebutkan, Polri tak hanya membeli pistol tetapi juga senjata laras panjang, dan sejauh ini belum disebutkan apa jenisnya. Polri pun mengaku belum tahu dari mana senjata tersebut diimpor.

Baca Juga:  Polisi di Sumenep Bantu Warga Dorong Kendaraan Terjebak Banjir

Beragam informasi bocor ke tengah-tengah masyarakat secara luas, bahwa Polri saat ini memiliki senapan mesin berat 12,7 mm, mortir 81 mm dan senjata anti-tank RPG-7. Untuk apa Polri memiliki jenis-jenis senjata berat yang seharusnya di tangan tentara ini? Benarkah untuk menumpas teroris?

BACA JUGA:
Brimob Dipersenjatai Rudal Anti Tank, Untuk Siapa?
Untuk Siapa Senjata Itu?

Patut ditegaskan kembali, tugas Polri sangat berbeda dengan TNI. Polri adalah operator (pelaksana kebijakan negara). Bukan regulator (pembuat kebijakan negara). Posisi Polri harus di bawah departemen terkait dan bukan di bawah langsung presiden sehingga dijadikan alat politik oleh partai ruling class (penguasa). Sampai di sini, sudah banyak pihak mengingatkan bahwa tugas Kapolri memang tidak gampang. Ia harus paham benar tupoksinya agar tak offside. Dan, menempatkan posisi Polri di bawah komando presiden adalah inkonstitusional (pelanggaran UUD 1945). Harusnya, Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Kementerian Hukum, dan tidak boleh dipersenjatai senpi seperti tentara. Polri adalah sipil atau non-kombatan (non-tempur). Sementara tentara adalah kombatan (tempur) yang harus dipersenjatai senpi kaliber apapun.

Ini juga pernah ditegaskan Letjen Marinir (Purn) Suharto. Bahwa, Polri bukanlah institusi kombatan laiknya tentara. Polri adalah non-kombatan. Jika Polri tak segera dikembalikan peran dan fungsinya seperti semula, tak menutup kemungkinan ke depan akan melakukan kebijakan pengadaan senjata lebih canggih lagi.

Baca Juga:  PPWI Adakan Kunjungan Kehormatan ke Duta Besar Maroko

“Polisi kita sudah diciptakan seperti TNI. Unit non-kombatan sudah kita jadikan seperti kombatan. Dan mereka sendiri sudah nikmat dan sulit untuk bisa kita ubah. Tampaknya Polisi sudah merasa nyaman dengan sistem ini,” kata Letjen Marinir (Purn) Suharto lagi. Sekadar pengingat, Jokowi-JK sempat mewacanakan posisi Polri dikembalikan kepada Kemendagri.

Artinya, penegasan posisi Polri memang sudah sangat mendesak. “Karena memang sudah samar wilayahnya. Samar sektornya. Ini kombatan, non-kombatan atau dua-duanya kombatan. Sehingga sekarang bisa gagah-gagahan, mau bedil-bedilan ayo, mari. Selama belum mengerahkan tank, loe punya senjata, gue juga punya,” tegasnya.

Untuk itu, pilihan sekarang hanya ada dua bagi Polri. Pertama, kembali kepada Dephan (sekarang Kemhan). Kedua, di bawah Kemendagri (dulu Depdagri). Dan jelas, opsi pertama tidak populer. Artinya, opsi kedua adalah pilihan satu-satunya. Sehingga, Polri dapat fokus pada fungsi pokoknya yakni menjaga Kamtibmas dan mengayomi masyarakat, bukan menghadapi masyarakat dengan senjata api.

Fungsi tersebut sesuai dengan amanat UUD 1945 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara Pasal 30 ayat empat (4), yang menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum. (ed)

(Editor: Eriec Dieda)

Related Posts

1 of 73