Ekonomi

Refleksi Akhir Tahun 2017, K-Sarbumusi Sebut Buruh Masih Dimainkan Soal Pengupahan

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dewan Pimpinan Pusan Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) menggelar diskusi refleksi akhir tahun 2017 tentang politik upah yang bertajuk “Upah Instrument Kesejahteraan atau Politik Eksploitasi Buruh???” di Kantor K-Sarbumusi, Jalan Raden Saleh I 07 A, Jakarta Pusat, Kamis (21/12/2017).

Presiden K-Sarbumusi, Syaiful Bahri Anshori mengatakan saat ini dinamika perburuhan berjalan sangat dinamis dan kompleks. Hal tersebut terjadi akibat adanhya Tarik ulur antara buruh dengan pengusaha yang tidak pernah menemui kata sepakat soal upah.

“Kebijakan pengupahan yang ada saat ini masih bertumpu pada upah minimum yang berlandaskan pada kebutuhan hidup layak buruh/pekerja lajang dengan masa kerja di bawah satu tahun versi PP.78/2015 ada kepastian kenaikan upah,” ungkap Syaiful dalam keterangan persnya, Kamis (21/12/2017).

“Tetapi hal ini Belum mencangkup mereka yang sudah bekerja di atas 1 (satu) tahun dan berkeluarga dan lebih jauh lagi belum bisa menyentuh kesejahteraan buruh dan kelangsungan kehidupan buruh,” imbuhnya.

Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Syaiful melanjutkan perundingan kolektif sebagai alat perjuangan serikat buruh untuk meningkatkan upah dan kesejahteraan, perannya masih sangat terbatas; bahkan cenderung menurun kuantitas dan kualitasnya.

“Penerapan struktur skala upah masih sangat minim dan belum bersifat wajib (tidak ada sanksi formal bagi yang belum menerapkannya). Sehingga praktis upah minimum menjadi upah efektif yang berlaku pada pasar kerja formal terutama sekali di sector industri padat karya adanya permainan upah padat karya yang senyata harus lebih tinggi dari upah minimum malah diplesetkan lebih rendah dari upah minimum, lebih jauh upah sector padat karya ini menjadi alat dan instrument politik upah murah yang mengeksploitasi buruh secara sistematis, terstruktur dan massif,” terangnya.

Selain itu, lanjut Syaiful dalam isu pengupahan, selain berbicara mengenai kenaikan upah tahunan, yang juga perlu kita fahami dan fokuskan termasuk di sector padat karya (garment dan tekstil) adalah kenaikan Upah minimum baik tingkat provinis (UMP) atau tingkat kabupaten/ kota (UMK).

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

“UMP / UMK yang biasanya diputuskan pada akhir tahun diputuskan oleh Gubernur ( UMP ) dan Bupati ( UMK ) berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan provinsi / kabupaten melalui penghitungan sebagaimana PP.78/2015,” katanya.

“Walaupun merupakan tema setral bagi buruh / serikat pekerja, sayangnya banyak pengurus serikat pekerja yang tidak memahami secara komprehensif mengenai politik upah, pengupahan dan strategi berunding pengupahan, efeknya adalah banyak SP yang tidak melakukan negoisasi kenaikan upah tahunan dikarenakan tidak faham,” pungkasnya.

Sebagai Informasi dalam diskusi tersebut turut hadir menjadi pembicara 1. robikin emhas (ketua PBNU) 2. Ir. Dinar titus jogaswitani,MBA (kasubdit standarisasi dan fasilitas pengupahan kemnaker) 3. Widadi HS (wakil ketua dewan pembina SP-KEP) 4. Ismuntoro (ketua umum Federasi Kikes SBSI) 5. Soeharjono (Dewan Pengawas Nasional Konfederasi Sarbumusi) sukitman sudjatmiko (wakil presiden Dpp K Sarbumusi).

Pewarta: Syaefuddin A
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 15