NUSANTARANEWS.CO, Kabul – Taliban mengklaim telah merebut Herat, provinsi terbesar ketiga di Afghanistan dan menjadi ibu kota provinsi kesebelas yang direbut dalam beberapa hari terakhir. Sebelumnya pada hari Kamis (12/8), Taliban telah merebut Ghazni, ibu kota provinsi Ghazni yang berjarak sekitar 130 km barat daya Kabul.
Dengan jatuhnya Herat, Kota terbesar ketiga Afghanistan, Herat, jatuh ke tangan Taliban
Kota terbesar ketiga di Afghanistan, Herat, telah direbut oleh Taliban, kata penduduk dan wartawan lokal, menjadi ibu kota provinsi kesebelas yang direbut oleh kelompok bersenjata dalam beberapa hari terakhir.
Koresponden Al Jazeera melaporkan bahwa mantan komandan Mujahidin, Ismail Khan, yang memimpin pasukan melawan pemberontakan Taliban, telah melarikan diri dari kota utama di barat negara itu. Jatuhnya kota terbesar di Barat Afghanistan ini jelas menjadi kerugian besar bagi pihak pemerintah Afghanistan.
Taliban yang menguasai seluruh fasilitas pemerintah termasuk markas kepolisian juga telah membebaskan seluruh tahanan
Klaim Taliban tersebut muncul dalam sebuah pernyataan yang diposting di Twitter oleh juru bicara Taliban Qari Yousef Ahmadi bahwa, gedung pemerintahan, termasuk markas polisi telah mereka kuasai setelah pasukan pemerintah “menyerah”, katanya.
Juru bicara Taliban juga mengungkapkan bahwa jatuhnya kota-kota besar dengan cepat adalah sebagai bentuk dukungan warga Afghanistan yang menyambut baik Taliban.
Sejauh ini, Al Jazeera melaporkan bahwa pertempuran sengit sedang berlangsung di kota Kandahar, kota terbesar kedua di negara itu, dan provinsi Badghis. Dan menurut sebuah sumber pemerintah, Taliban telah ditawarkan pembagian kekuasaan di tengah pergolakan yang terus meningkat.
Sementara pembicaraan masalah Afghanistan di Doha diakhiri dengan seruan untuk mempercepat proses perdamaian dan menghentikan pertempuran. Utusan dari Amerika Serikat (AS), Cina, Rusia dan negara-negara lain pada hari Kamis menyerukan percepatan proses perdamaian.
Dalam sebuah pernyataan bersama setelah pertemuan, para peserta menegaskan bahwa mereka tidak akan mengakui pemerintahan Afghanistan yang dipaksakan melalui penggunaan kekuatan militer dan berkomitmen untuk bantuan rekonstruksi setelah penyelesaian politik tercapai.
Terpisah, Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mendesak pemerintah Afghanistan dan Taliban untuk bekerja sama. Bahwa Pemerintah Afghanistan dan Taliban harus mencapai penyelesaian secara inklusif, kata Borrell merujuk pada kemajuan pesat Taliban di tengah meningkatnya kekerasan dan kekhawatiran akan krisis pengungsi.
Borell juga menyampaikan bahwa penyelesaian damai dan inklusif dan penghormatan kepada hak-hak dasar semua warga Afghanistan, termasuk perempuan, pemuda dan minoritas, adalah kunci dukungan berkelanjutan Uni Eropa untuk Afghanistan. (Agus Setiawan)