Ekonomi

Rapor Merah 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK dalam tiga tahun terakhir (2015-2017) memiliki banyak catatan, khususnya dalam bidang perekonomian. Dari sepuluh indikator yang dianalisa, hanya inflasi yang bisa memenuhi target pembangunan nasional yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Data dan informasi tersebut menunjukkan kinerja Pemerintahan Jokowi belum bekerja secara optimal. Sehingga menimbulkan penilaian “Rapor Merah” Pemerintah Jokowi.

  1. Pertumbuhan Ekonomi

Tahun pertama (2015) ekonomi tumbuh 4,8 persen, lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya (2014) yang tumbuh sekitar 5,1 persen. Dibandingkan dengan target RPJMN sekitar 5,8 persen capaian tersebut masih jauh dari harapan. Tahun kedua (2016) tingkat pertumbuhan 5,0 persen. Dibandingkan dengan target RPJMN sekitar 6,6 persen, capaian tersebut jauh dari maksimal. Tahun ketiga (2017) ekonomi diprediksi akan tumbuh sekitar 5,2%, walaupun bisa lebih rendah. Dibandingkan dengan target RPJMN sebesar 7,1 persen, capaian Pemerintah masih jauh tertinggal.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK hanya mampu mencapai angka 5,0 persen. Capaian tersebut jauh dari target RPJMN sebesar 6,5 persen. Janji Jokowi diawal menjabat akan membuat pertumbuhan ekonomi “meroket”, belum pernah tercapai hingga saat ini.

2. Inflasi

Tahun pertama (2015), angka inflasi sebesar 3,35 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya (2014) mencapai angka 8,36 persen. Inflasi tersebut lebih rendah dari target RPJMN sebesar 5 persen. Pada tahun kedua (2016), pencapaian angka inflasi sebesar 3,02 persen. Capaian tersebut lebih rendah dari target RPJMN pada angka 4 persen. Tahun ketiga (2017), capaian angka inflasi sebesar 4,3 persen. Angka tersebut diatas target RPJMN sebesar 4,0 persen.

Rata-rata inflasi dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK mencapai angka 3,5 persen. Capaian tersebut lebih rendah dari target RPJMN sebesar 4.3 persen. Selain Pemerintah, capaian inflasi yang moderat juga merupakan target utama dari Bank Indonesia.

3. Nilai Tukar

Tahun pertama (2015), rupiah terdepresiasi dari Rp11.878 pafa tahun 2014 menjadi Rp13.392 pada akhir tahun 2015. Adapun target RPJMN sebesar Rp12.200. Pada tahun kedua (2016) nilai tukar rupiah sebesar Rp 13.307. Angka tersebut masih jauh dari target RPJMN sebesar Rp 12.150. Tahun ketiga (2017), nilai tukar rupiah diprediksi pada angka Rp 13.400. Sedangkan target RPJMN tercatat sebesar Rp 12.100.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Rata-rata nilai tukar rupiah dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK sebesar Rp 13.366. Pencapain tersebut jauh dari rata-rata target yang sudah ditetapkan dalam RPJMN sebesar Rp 12.250. Pemerintah dan BI belum bisa secara optimal menjaga stabilitas nilai tukar rupiah

4. Rasio Pajak

Tahun pertama (2015) Pemerintahan Jokowi Rasio Pajak turun sebesar 10,75 persen dibanding periode sebelumnya yang mencapai 11,36 persen. Target Pemerintah dalam RPJMN sebesar 13,2 persen. Pada tahun kedua (2016) capaian Rasio Pajak kembali turun menjadi 10,36 persen, jauh lebih rendah dibandingkan target yang terdapat dalam RPJMN sebesar 14,2 persen. Pada tahun ketiga (2017) target Rasio Pajak direncanakan mencapai angka 10,82 persen, masih lebih rendah dari target RPJMN yang mencapai angka 14,6 persen.

Rata-rata Rasio Pajak dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK sebesar 10,64 persen. Pencapain tersebut jauh dari rata-rata target yang sudah ditetapkan dalam RPJMN sebesar 14,00 persen. Rendahnya capaian Rasio Pajak dalam tiga tahun terakhir tidak bisa dilepaskan dari buruknya perencanaan dan kinerja perpajakan Pemerintah.

5. Rasio Utang

Tahun pertama (2015), rasio utang meningkat menjadi 27,4 persen dibanding periode sebelumnya (2014) sebesar 24,7 persen. Sedangkan RPJMN hanya menargetkan sebesar 23,9 persen. Pada tahun kedua (2016) rasio utang kembali mengalami peningkatan sebesar 28,3 persen, melebihi target yang terdapat dalam RPJMN sebesar 23,3 persen. Pada tahun 2017 rasio utang kembali mengalami peningkatan sebesar 28,9 persen, jauh meninggalkan target dalam RPJMN sebesar 22,3 persen.

Rata-rata rasio dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK sebesar 28,2 persen. Pencapain tersebut jauh dari rata-rata target yang sudah ditetapkan dalam RPJMN sebesar 23,1 persen. kondisi tersebut menunjukkan pembiayaan pembagunan selalu bertumpu pada utang, sehingga Pemerintah setiap tahunnya selalu menerbitkan utang baru.

6. Defisit

Tahun pertama (2015) defisit APBN langsung melonjak menjadi 2,59 persen dari periode sebelumnya mencapai angka 2,25 persen. Jika dibandingkan dengan target RPJMN sangat jauh sebesar 1,9 persen. Pada periode kedua (2016), defisit APBN sekitar 2,49 persen. Angka tersebut masih jauh dari target RPJMN sebesar 1,8 persen. Puncaknya pada APBN-P 2017 dimana target defisit dipatok pada angka 2,93 persen, hampir mendekati ambang batas UU sebesar 3 persen. Pada saat yang sama RPJMN mentargetkan pada angka 1,6 persen.

Baca Juga:  Sokong Kebutuhan Masyarakat, Pemkab Pamekasan Salurkan 8 Ton Beras Murah

Rata-rata defisit dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK sebesar 2,67 persen. Pencapain tersebut jauh dari rata-rata target yang sudah ditetapkan dalam RPJMN sebesar 1,76 persen. Besarnya angka defisit dalam tiga tahun masa pemerintahan Jokowi-JK, menandakan bahwa Pemerintah tidak mampu mengelola anggaran secara efektif dan efisien.

7. Keseimbangan Primer

Tahun pertama (2015), angka keseimbangan primer melonjak dari 0,8 persen menjadi 1,23 persen. Angka tersebut jauh dari perkiraan RPJMN yang mematok sekitar 0,6 persen. Pada tahun kedua (2016) angka keseimbangan primer sebesar 1 persen. Masih jauh dari target RPJMN yang berkisar pada angka 0,5 persen. Pada tahun ketiga (2017) angka keseimbangan primer sebesat 0,8 persen. Angka tersebut masih dibawah target RPJMN sebesar 0,4 persen.

Rata-rata keseimbangan primer dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK sebesar 1,01 dari PDB. Pencapaian tersebut masih jauh dari target rata-rata RPJMN dalam tiga tahun sebesar 0,5 persen dari PDB. Keseimbangan Primer yang cukup tinggi tersebut mencerminkan APBN dalam kondisi yang tidak sehat dan kredibel. Pemerintah menarik utang untuk membayar bunga utang, dengan kata lain bahwa pemerintah meminjam utang bukan untuk investasi, tapi meminjam untuk untuk membayar utang dan bunga utang tahun-tahun sebelumnya.

8. Kemiskinan

Tahun pertama (2015), angka kemiskinan meningkat menjadi 11,1 persen dari 11,0 persen pada tahun sebelumnya. Angka tersebut masih jauh dari target RPJMN yang mentargetkan sekitar 10,0 persen. Tahun kedua (2016) angka kemiskinan menjadi 10,7 persen. Pada saat yang sama RPJMN menargetkan angka kemiskinan sudah single digit berkisar 9,5 persen. Tahun ketiga (2017) angka kemiskinan berkisar pada angka 10,4 persen. Target RPJMN mencapai angka 9,0 persen.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

Rata-rata angka kemiskinan dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK sebesar 10,7 persen. Pencapaian tersebut masih jauh dari target rata-rata RPJMN dalam tiga tahun sebesar 9,5 persen. Sampai dengan saat ini, Pemerintah belum memiliki program pengentasan kemiskinan yang efektif dalam menurunkan angka kemiskinan.

9. Pengangguran

Tahun pertama (2015) tingkat pengangguran mencapai angka 6,2 persen, meningkat dari periode sebelumnya sebesar 5,9 persen. RPJMN menargetkan sebesar 5,6 persen. Pada tahun kedua (2016) tingkat pengangguran terbuka menjadi 5,6 persen, masih diatas angka RPJMN sebesar 5,3 persen. Pada tahun ketiga (2017), tingkat pengangguran terbuka menjadi 5,4 persen, masih berada diatas target RPJMN sebesar 5,1 persen.

Rata-rata angka pengangguran dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK sebesar 5,7 persen. Pencapaian tersebut masih jauh dari target rata-rata RPJMN dalam tiga tahun sebesar 5,3 persen. Bahkan dalam tiga tahun terakhir sensitivitas pertumbuhan ekonomi terhadap pembukaan lapangan pekerjaan baru semakin rendah.

10. Cadangan Devisa

Tahun partama (2015) cadangan devisa megalami penurunan sebesar Rp 105,9 miliar USD dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 111,9 miliar USD. Dibandingkan dengan RPJMN angka tersebut masih jauh dari target yang mencapai 119,9 milar USD. Pada tahun kedua (2016) menjadi Rp 116,4 miliar USD, masih dibawah target yang dicanangkan dalam RPJMN sebesar 129,7 miliar USD. Pada tahun 2017 diprediksi menjadi Rp 129,4 miliar USD, masih jauh dibanding target RPJMN yang mencapai 136,8 miliar USD.

Rata-rata cadangan devisa dalam tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK sebesar Rp 117,2 miliar USD. Pencapaian tersebut masih jauh dari target rata-rata RPJMN dalam tiga tahun sebesar Rp 128,8 miliar USD. Angka tersebut menunjukkan kinerja ekonomi Pemerintah Jokowi-JK belum optimal.

Dari sepuluh indikator keberhasilan kinerja ekonomi Pemerintaham Jokowi-JK, hanya angka inflasi yang bisa memenuhi target yang sudah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. (*)

Sumber Data: Data diolah dari BPS, BI, APBN 2014-2018 dan RPJMN 2015-2019

Related Posts

1 of 62