KolomOpiniPolitik

Rakyat Mulai Mencari Saluran Politik Alternatif

Rakyat Mencari Saluran Politik
Rakyat mulai mencoba mencari saluran politik alternatif./Ilustrasi demokarsi yang hilang/sumber: alibertarianrebel.com

NUSANTARANEWS.CO – Rakyat mulai mencoba mencari saluran politik alternatif. Keinginan rakyat itu, tergambar dengan jelas di media sosial menjelang pencoblosan ke kotak suara – di mana tersiar kabar (tidak) mengejutkan mengenai merosotnya dukungan kepada incumbent berdasarkan survei Litbang Kompas, “Bahwa dukungan untuk incumbent berada di bawah 50%.”

Hasil survei litbang kompas tersebut adalah paralel dengan informasi dari media sosial – sebagai media alternatif yang berlawanan dengan media mainstream nasional. Dalam media sosial tergambarkan dengan jelas betapa dukungan untuk Prabowo Subiyanto ketika melakukan kampanye begitu massif dan partisipatif. Berbeda dengan dukungan terhadap incumbent yang terlihat lebih banyak melakukan mobilisasi massa. Berdasarkan versi media sosial ini, jelas menunjukkan bahwa rakyat ingin ada perubahan. Dengan kata lain, rakyat ingin ganti Presiden.

Tidak mengherankan bila pemerintah mencoba “membungkam” suara rakyat dengan membatasi penggunaan media sosial. Mengancam kebebasan berpendapat dengan UU ITE, bahkan ujaran-ujaran yang menyerang pemerintah pun akan dikenakan pasal pelanggaran hukum. Bukan itu saja, mereka yang bersuara lantang pun langsung dikenakan pasal makar dan masuk bui.

Baca Juga:  Layak Maju Bupati, Muda-Mudi Kristen Jember Sebut Dukungan Untuk Gus Fawait Terus Mengalir

Tidak mengherankan pula bila beberapa survei asing pun langsung dibuli oleh media mainstream dan dianggap tidak kredibel ketika memenangkan pasangan Prabowo-Sandiaga. Padahal survei tersebut bersifat independen dan dilakukan tanpa ada kepentingan politik tertentu.

Media mainstream terkesan telah menjadi “partisan” dalam setiap pemilu. Padahal lebih fair bila mereka mengakui hal tersebut secara terbuka, bila benar. Paling tidak, beri ruang suara rakyat yang bergema di lorong-lorong media sosial agar mendapatkan saluran politiknya. Sehingga aspirasi kedaulatan rakyat untuk ganti presiden tidak menjadi liar mencari jalan keluar.

Boleh dibilang, hampir tidak ada narasi yang mengartikulasikan keinginan rakyat tersebut. Justru lebih banyak narasi yang memojokkan pesaingnya. Aneh memang, belum menjadi Presiden gagasannya sudah dikritik dan dipojokkan – bukannya dibahas dan dipertimbangkan. Parahnya, media mainstream lebih senang memberitakan kesalahan Prabowo sebagai lawan politik – ketimbang menguraikan substansi program-program yang ditawarkannya sebagai sesama anak bangsa. Narasi para pejabat pemerintahan pun sama, nadanya menyerang.

Baca Juga:  Jatim Menang Telak, Khofifah Ucapkan Selamat ke Prabowo Menang Pilpres

Kritik bukannya dianggap masukan, tapi dianggap sebagai serangan lawan politik. Tawaran program untuk membangun negeri dianggap tidak kredibel. Padahal tujuan dari politik itu adalah untuk menjaga kedaulatan bangsa dan mensejahterakan rakyat melalui pranata-pranata politik yang tersedia. Bukannya menyusahkan rakyat, atau bahkan menakut-nakuti rakyat.

Dengan panggung politik seperti ini, jelas bahwa bangsa ini telah kehilangan akal sehat, kata Rocki Gerung. Bangsa ini telah kehilangan semangat egaliter para founding fathers ketika mendirikan negara tercinta ini. Bahasa sederhananya, bangsa ini telah kehilangan tujuan dari cita-cita proklamasi yang tertuang dengan jelas dalam pembukaan konstitusi.

Rakyat kini sedang mencari saluran politik untuk menegakkan kedaulatannya yang dirampas. Rakyat hanya ingin bertanya, “bolehkah hasil pemilu itu diaudit secara transparan?” (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,059