Ekonomi

Rakyat Makin Sengsara, Bangsa Tergadai

Ilustrasi Jokowi-Jk/foto Nusantaranews.co
Ilustrasi Jokowi-JK. (Foto: NusantaraNews)

NUSANTARANEWS.CO – Rakyat semakin sengsara. Tingginya harga kebutuhan mendasar yang dirasakan dari hari ke hari semakin mempersulit masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Naik turunnya harga BBM yang mencapai delapan kali sejak pemerintahan Jokowi-JK menjadikan ketidakstabilan harga kebutuhan pokok. Melambungnya harga bahan kebutuhan pokok yang mengikuti kenaikan harga BBM tidak serta merta dengan mudah ikut turun ketika harga BBM diturunkan.

Fluktuasi yang diawali bulan Oktober 2014 tepatnya beberapa minggu setelah Jokowi terpilih jadi presiden menjadi salah satu pemicu melonjaknya berbagai harga kebutuhan pokok. Saat ini masyarakat terkena daripada efek harga kebutuhan pokok yang tinggi. Selain faktor fluktuasi kenaikan harga BBM yang berimbas pada harga kebutuhan pokok, tingginya impor berbagai kebutuhan pokok juga menjadi salah satu pemicu tingginya harga di pasar.

Mengikuti fenomena penguatan nilai mata uang dollar Amerika terhadap rupiah berimbas pada berbagai sektor barang kebutuhan terutama yang didapatkan dengan cara impor. Pada Maret 2014 nilai tukar dollar USD terhadap rupiah adalah Rp 11.271, namun pada bulan September 2018 rupiah sempat menembus di angka 15.046,26.

bbm, fluktuasi bbm, harga bbm, bbm naik, kenaikan bbm, harga minyak dunia, minyak menyak, impor minyak, nusantaranews
Data fluktuasi harga BBM 2014-2018. (Istimewa/NUSANTARANEWS.CO)

Selain semakin sempitnya lahan pertanian, kelonggaran kebijakan impor mengakibatkan petani, peternak dan produsen berbagai penunjang barang kebutuhan mengalami kerugian hingga gulung tikar. Impor yang seringkali bertepatan dengan saat panen raya semakin menjatuhkan harga jual petani. Suatu hal yang sangat bertolak belakang antara kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat khususnya mereka yang terimbas akibat kebijakan tersebut. Konsekuensi logisnya pendapatan mereka terus menurun. Di saat mereka sedang mengalami kesulitan pendapatan, masyarakat mencoba beralih menjadi buruh kerja di pabrik-pabrik.

Baca Juga:  Kondisi Jalan Penghubung Tiga Kecamatan Rusak di Sumenep, Perhatian Pemerintah Diperlukan

Lapangan pekerjaan yang seyogyanya disediakan pemerintah tidak berbanding lurus dengan jumlah pencari kerja. Masyarakat yang terpinggirkan oleh kebijakan impor tadi harus bersaing dengan angkatan kerja yang baru menyelesaikan sekolahnya. Yang nanti dalam kenyataanya, mereka berhasaing kembali dengan buruh-buruh yang terkena PHK dikarenakan banyak pabrik yang mengalami gulung tikar akibat daya beli masyarakat yang menurun dan kebijakan pemerintah yang dirasakan makin mempersulit mereka.

Kedua jenis pencari kerja tersebut selanjutnya harus bersaing dengan pekerja asing yang masuk dengan dibentengi kebijakan investasi. Masyarakat dijebak dalam lingkaran setan akibat salah mengelola negara.

Beban belanja negara terus membengkak dengan besarnya beban impor, tidak sebanding dengan pendapatannya. Pada akhirnya beban pajak kepada rakyat terus dinaikkan dengan berbagai cara untuk menutup defisit anggaran belanja negara. Kesalahan kebijakan fiskal ini bila diterus-teruskan semakin menejepit rakyat.

Di satu sisi pemerintah berusaha menekan suku bunga kredit dengan harapan rakyat atau pelaku usaha berbondong-bondong untuk berkredit pun tidak serta merta secara signifikan berhasil. Rakyat dan pelaku usaha tidak berani mengambil resiko dengan berbagai pertimbangan yang terjadi di lapangan seperti lingkaran setan yang semakin menekan daya beli masyarakat. Perputaran jumlah uang beredar diperkirakan cenderung lebih banyak di sektor-sektor tertentu, salah satunya di pasar mata uang.

Baca Juga:  Pemdes Kaduara Timur Salurkan BLT

Liberalisasi pengelolaan negara di berbagai sektor menunjukkan pengkhianatan terhadap cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang seharusnya negara menguasai berbagai hal yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

Pasca reformasi terjadi penjualan-penjualan asset strategis yang seharusnya tetap dimiliki dan dikeloala negara melalui BUMN untuk mensejahterakan rakyat. Dalih untuk mendapatkan penambahan modal klasik menjadi alasan untuk menjual BUMN. Belum cukup dengan penjualan kepemilikan tersebut, BUMN didorong untuk berhutang demi menjalankan janji proyek pemerintahan terpilih.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. (Istimewa/NUSANTARANEWS.CO)
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. (Istimewa/NUSANTARANEWS.CO)

Walhasil, kita menunggu kemampuan BUMN untuk membayar hutangnya atau mengalami kebangkrutan untuk dikuasai oleh asing atau korporasi-korporasi tertentu. Berbagai negara didunia saat ini tengah berusaha untuk memproteksi diri dengan berbagai cara untuk menekan impor. Peralihan ini dilakukan dengan mulai melindungi kepentingan nasional dalam negeri.

Amerika Serikat sendiri yang dikenal dengan aktor utama perdagangan bebas, untuk menyelamatkan perekonomiannya terpaksa harus membalik arah kebijakannya guna menahan laju ekspor China. Sangat kontras dengan kebijakan pemerintahan Indonesia yang masih meliberalisasi berbagai kebijakannya hanya untuk kepentingan kekuasaan yang sesaat, mengejar dan mengamankan citrannya.

Hutang yang menumpuk akibat memaksakan kebijakan pemerintah harus ditanggung rakyat yang tidak tahu apa-apa dengan fatalnya kebijakan yang dijalankan pemerintah. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) menyebutkan jumlah utang luar negeri secara total tercatat US$ 358,7 miliar atau setara dengan Rp 5.021 triliun (kurs Rp 14.000). ULN tersebut tumbuh 8,7%, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya 10,4%. Setiap kepala rakyat Indonesia akan selalu dibayangi beban hutang tiada henti.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Berharap Semenisasi di Perbatasan Dapat Memangkas Keterisolasian

Berbagai kekacauan politik, hukum, ekonomi, sosial dan keamanan dipertontonkan dengan berbagai bentuk benturan kebijakan, benturan antar lembaga negara, benturan antar elit, gejolak nilai rupiah, hingga benturan antar masyarakat ditingkat bawah telah sangat mengkhawatirkan.

Menghadapi situasi tersebut, Indoneisa Bergerak bersama seluruh jaringan pergerakan di Indonesia bergerak menuntut kepada pemerintah:

1. Turunkan Harga BBM
2. Turunkan Harga Sembako
3. Turunkan Tarif Listrik

Ketidak-pastian stabilitas politik, ekonomi, sosial dan keamanan semakin nyata. Daya beli rakyat yang terus menurun mengakibatkan kemiskinan yang berpotensi terjadinya kekacauan politik, ekonomi, sosial dan keamanan yang mengarah terjadinya disintegrasi bangsa yang akan menghancurkan tatanan peradaban dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945 telah dikhianati oleh para elit untuk kekuasaan dan golongannya. Menghadapi situasi krisis kebangsaan multidimensi menggugah kita sebagai bagian komponen anak bangsa untuk bersatu meluruskan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945 dengan meletakkan kembali pondasi berbangsa dan bernegara kita. (eda/gdn/bya)

Editor: Gendon Wibisono & Banyu Asqalani

Related Posts

1 of 3,069