Mancanegara

Rakyat Kenya Mulai Merasakan Perangkap Utang Cina

Demonstrasi di Kenya
Demonstrasi warga Kenya di Nairobi pada 31 Mei 2018 yang menuntut penangkapan orang-orang dan pejabat pemerintah yang terlibat skandal korupsi besar-besaran. Foto: Alamy Live News.

NUSANTARANEWS.CO – Kenya mulai merasakan perangkap utang Cina. Pada 12 Mei 2017, para pemuda dan mahasiswa dari seluruh negeri bergerak melakukan demonstrasi di jalan-jalan Nairobi, untuk memprotes perusahaan konstruksi Cina yang mempekerjakan orang asing dan mengabaikan penduduk setempat yang memiliki kualifikasi untuk pekerjaan itu. Demikian pula sebelumnya, pada Oktober 2014, para pemuda Kenya juga melakukan protes dengan memblokir jalan raya di Voi, sebuah kota di Kabupaten Taita-Taveta di Kenya selatan, untuk memprotes Cina Roads and Bridges Company. Perusahaan Cina, yang mempekerjakan orang asing dan mendiskriminasi penduduk lokal untuk membangun bagian dari Standard Gauge Railway (SGR), menurut Daily Nation.

Investasi Beijing yang mencapai US$60 milyar untuk Afrika yang disepakati dalam Forum Cina-Afrika pada tahun lalu – kini mulai meresahkan negara-negara Afrika. Masalah sosial dan ekonomi akibat dari investasi Cina mulai dirasakan. Seperti dalam kasus Kenya, yang berupaya memodernisasi infrastrukturnya sehingga beban utang negara tersebut membengkak karena Presiden Uhuru Kenyatta meminjam secara tidak bertanggung jawab kepada Beijing

Baca Juga:  Apa Arti Penyebaran Rudal Jarak Jauh Rusia Bagi Skandinavia?

Kini banyak warga Kenya menganggap Cina sebagai ancaman terbesar bagi perkembangan ekonomi negara itu. Menarik untuk simak laporan survei Ipsos Synovate. yang dipublikasikan oleh Daily Nation bahwa: 26% menyatakan Cina sebagai ancaman bagi perkembangan Kenya; 38% percaya bahwa hubungan antara Kenya dan Cina akan menyebabkan hilangnya pekerjaan; 25% mengatakan bahwa ekonomi Kenya akan dirugikan oleh impor barang-barang murah Cina, sementara 8 persen percaya bahwa pengaruh Cina akan menumbuhkan korupsi di Kenya.

Bahkan Daily Nation menekankan bahwa, “Tiongkok memainkan peran besar dalam menumbuhkan korupsi di Afrika, di mana para elit mendapatkan keuntungan bisnis melalui korupsi tersebut, terutama di Kenya,” tulis media tersebut.

Masalah korupsi ini menjadi salah satu keprihatinan terbesar yang disuarakan dalam sebuah laporan yang dipresentasikan dalam sidang subkomite kongres AS tentang Afrika dan hak asasi manusia global.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa beberapa kontrak yang ditandatangani antara Cina dan pejabat tinggi di pemerintah Kenya tidak jujur, diliputi suap dan anteseden lain, seperti perjalanan belanja ke luar negeri yang dibayai penuh oleh Beijing.

Baca Juga:  Rusia Menyambut Kesuksesan Luar Angkasa India yang Luar Biasa

Menurut media Kenya, utang negara Afrika itu ke Cina telah menggelembung dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2017, utang ke Cina mencapai US$ 4,75 miliar, meningkat 52,8% dari tahun sebelumnya, dan meningkat tujuh kali lipat dari tahun 2013. Data dari Biro Statistik Nasional Kenya menunjukkan bahwa jumlah itu bertambah ketika Kenya bergerak membangun infrastruktur fase ke dua SGR.

Utang yang terus meningkat membuat beberapa ahli Kenya khawatir. Jaindi Kisero, mantan redaktur pelaksana Nation Media Group, rumah media independen terbesar di Afrika Timur dan Tengah, memperingatkan bahwa negara itu dapat jatuh ke dalam perangkap utang, seperti apa yang dialami oleh Sri Lanka.

“Orang Cina akan dengan mudah menawarkan pinjaman infrastruktur, tetapi Anda hanya akan mulai merasakan kesulitan ketika waktu untuk membayar utang datang — dan Anda menyadari bahwa ekonomi Anda tidak mengumpulkan cukup dolar untuk membayarnya,” kata Kisero. Mengutip data dari National Treasury Kenya, bahwa Kenya harus membayar kembali sekitar US$ 258 juta dalam bentuk hutang kepada Cina pada tahun 2018, dan sekitar US$ 814 juta tahun depan, tambahnya.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Kisero menyatakan bahwa, “Kenya tidak boleh dibiarkan menderita dan terhina seperti orang Sri Lanka.”

Sebagai catatan, Sri Lanka menyerahkan kendali atas pelabuhan selatan utamanya yang terletak di Hambantota pada Desember 2017 – yang merupakan bagian dari proyek OBOR di sana. Ketika Sri Lanka tidak mampu membayar kembali pinjamannya sebesar US$ 6 miliar, Beijing kemudian mengubah hutang menjadi ekuitas.

Eric Wamanji, seorang ahli hubungan masyarakat dan komunikasi, mengatakan: “Cina adalah pemodal perhitungan. Pinjamannya kebanyakan dijamin dengan aset strategis seperti mineral atau pelabuhan.

Di Kongo, misalnya, Cina telah merebut hak penambangan untuk tembaga dan deposit kobalt — bahan utama untuk mengembangkan industri kendaraan baru Cina — setelah investasi bertahun-tahun di negara Afrika tengah itu. Ketika negara gagal membayar pinjaman, Cina menyita aset, dan bahkan wilayah, sebagai ganti pembayaran, terang Wamanji.(Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,069