Pembicaraan (Se)lekas
Selamanya kita tak pernah pergi, selamanya kita disini
tubuh kita menjadi beton, tulang-tulang kita menduri
Menikam diri: lihatlah, tak ada yang berhenti
semua sibuk sendiri, mengusangkan letih
Sementara kita bagai linangan menghilir
antara genangan dan hamparan
Hingga terbit purnama: mewarnai rupa sebelanga
memanjat batu-batu agar melumur bibir pucat
Merintih, membakar impian tentang kepergian, atau
kita dapat menggantinya menjadi kematian
Sebab memang begitulah muasal kita disebut, atau
kadangkala menyebut lafaz-Nya, sayangnya
Ya, sayangnya kita bukanlah Kita
kita telah dituliskan sesuai apa yang terkehendak
Entah patah pada pijakan keberapa
sesekali kita menenung doa, atau sesekali asa
Selamanya kita tak pernah pergi, selamanya kita disini
Menanti.
Padangbulan, 2016
Muhammad Husein Heikal, lahir di Medan, 11 Januari 1997. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara. Selain menulis puisi, juga menulis esai, cerpen, resensi, opini di Analisa, Waspada, Medan Bisnis, Mimbar Umum, Minggu Pagi, Riau Pos, Sumut Pos, Suara Karya, Haluan, Tribun Bali, Tanjungpinang Pos, Pontianak Post, Koran Madura, Koran Pantura, Horison/Kakilangit, Aksara, Jejak, Flores Sastra, Riau Realita, Negeri Kertas serta dalam antologi Merindu Tunjuk Ajar Melayu (Esai Pilihan Riau Pos, 2015), Perayaan Cinta (Puisi Bilingual Poetry Prairie, 2016), Ketika Tubuhmu Mawar (Puisi Terbaik Sabana Pustaka, 2016).
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].