Puisi “Bangsat” – Kepada Darmanto Jatman

Darmanto Jatman (alm). Foto Ilustrasi: Dok. caknun.com

Darmanto Jatman (alm). Foto Ilustrasi: Dok. caknun.com

Puisi Wahyu Budiantoro

“BANGSAT”
-Kepada Darmanto Jatman-

Lini masa dipenuhi oleh kebar duka
Beranda mereka berkibar bendera putih
Katakata mengering
Oleh nyanyi sunyi penggembala puisi

Untuk “bangsat” yang dianugerahkan kepada
Kebijaksanaan penyair
Nyanyi sunyi mengiringi
Pertemuan puisi dengan mantra pemujaan
Di zaman yunani; Tuhan bermain mangsi

Kepada “bangsat” yang umpatannya
Membuka langit
Berkabarlah kepada malaikat
Pencatat katakata
Agar “bangsat” bisa dikukuhkan abadi
Dalam percakapan dan kamus puisi

Purwokerto, Januari 2018

ZIARAH MBAH MUFID MAS’UD

Pada malammalam yang temaram
Di atas pusara
Dada al-Qur’an bercahaya
Menunggu kebangkitan dan tegur sapa
Jumpa Tuan dari Haramain

Tidak ada yang mengerikan
Dari kematian
Sebab Tuan mempersilahkanmu berbaring
Sembari mendengar santri membacakan puisi;
Surat burung dari ‘arsyi

Kucing-kucing yang rebah
Di atas sajadah peziarah
Adalah tanda maha luas cintamu
Kepada manusia, bunga, dan batubatu
Sungai di sekitar makammu mengalir sampai jauh
Menuju kediaman para sesepuh

Setibanya gerimis sore hari diselingi
Mawar yang gugur sedari pagi
Nyaring nariyah menumpulkan belati
Aku gelar sajadah di hadapan pusaramu
Sebagai dzikrul maut
Cermin dari kesangsian diri
Yang lupa cara berwudlu dan
Mewirid pagi

Pesantren Sunan Pandanaran, Januari 2018

BURUNG QUDDUSI
-Kepada Barus-

Kepada Barus yang pantainya surga perdagangan
Menjaja emas berlian
Menghiasi rumah manusia di pinggir ngarai
Dikelilingi patungpatung sesembahan
Menyangkarkan burung bersayap sepi

Kepada Barus yang bahasanya melayu
Masyhur sebab wangi kapur
Quddusi menggiring kapal bersandar di pelabuhan
Ombak berdebur rangkai riang bukan kepalang
Terbukalah kasyf semalaman hingga luruh siang mayang

Kepada Barus yang pakaiannya berbulu domba
Tanpa ringgit hilang seberapa
Menulis mantramantra yang dipuja seluruh pujangga
Hilanglah cemas sebab Barus beranjak
Menuju perbukitan Parsi yang
Terdapat rimbun anggur; manusia kemudianlah tersungkur

Kepada Barus yang bernama falsafi
Sekalipun perdagangan sepi
Tapi wajahnya urung pucat pasi
Sebab anggur yang diminumnya di perbukitan Parsi
Memberinya nyala api pada sayap burung quddusi

Purwokerto, Januari 2018

Wahyu Budiantoro. Lahir di Purwokerto. Saat ini bergiat di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) Purwokerto. Beberapa puisinya pernah dipublikasikan di antologi Requiem Terakhir: Antologi Puisi Terbaik (Oase Pustaka, 2016), The First Drop of Rain Banjarbaru (Wahana Resolusi, 2017). Buku pertamanya berjudul Aplikasi Teori Psikologi Sastra: Kajian Puisi dan Kehidupan Abdul Wachid B.S. (Kaldera Press, 2016).

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com

Exit mobile version