Puisi Umi Uswatun Hasanah
Bocah Kembar Itu
Bocah kembar itu menangis
bapaknya tak becus ganti lekas
celana yang habis kena pipis
Bocah kembar itu merajuk
bapaknya tak becus mengepang
rambut
Bocah kembar itu geram
bapaknya tak becus masak;
air digoreng
gorengan berair
Bocah kembar itu tak punya
ibu yang sehat
ibu bocah kembar itu
matanya empat
Bocah kembar itu
tak punya ibu
“Ibu, bapak butuh uang untuk
membeli susu.”
Purbalingga, 1 Maret 2018
Di
Kau tinggalkan luka di
pecahan kaca
Sketsa masalalu berdesakan di
sana.
Matamu ada di
mataku
Mereka saling buru sampai di
jalan yang buntu
Mata dan kaca beradu di
ujung ajal yang terjal
Lama-lama mata kita tinggal di
kuburan masal
Sebelum luka ditinggalkan
hatiku buta
duluan.
(Baca: Penyembuhan Luka Lalumu di Ambang Pilu)
Koma
Aku bercumbu dengan
puisi yang bertanda koma
Tiba-tiba sadarku hilang
lantaran puisiku koma
‘Haram hukumnya
bercumbu dengan
puisi yang tak kusetubuhi
sepanjang siang.’
Purbalingga, 26 Februari 2018.
Melihat Kamu
Aku tidak ingin seperti
minggu lalu
Hari ini aku ingin
melihat dewa-dewa disembah
para biksu mendiami biara
umat Kristen upacara dengan khusuk
Dan
menyaksikanmu jadi imam besar di
masjid agung itu.
Purbalingga, 3 Maret 2018.
Puan
Lampu-lampu kutelan
Rindu tuan kukubur dalam
Tuan sebutku puan yang
jahanam.
Purbalingga, 26 Februari 2018
Umi Uswatun Hasanah, sedang kuliah di IAIN Purwokerto prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Saka.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]