Politik

Psy War Jokowi, Dari Sontoloyo, Genderuwo Hingga Propaganda Rusia

Presiden Joko Widodo berpidato di GOR JAtidiri, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (3/2/2019). (Foto: Muh Nurcholis/NUSANTARANEWS.CO)
Presiden Jokowi saat berpidato di GOR Jatidiri, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (3/2/2019). (Foto: Muh Nurcholis/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mendekati Pilpres 2019 yang tinggal 60 hari-an lagi, calon presiden nomor urut 01 Jokowi atau Joko Widodo tampaknya tengah giat mempraktikkan strategi Psy War.  Menurut, Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, Psy War atau perang urat saraf didefinisikan sebagai suatu metode komunikasi yang secara berencana dan sistematis berupaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam ajang kemiliteran, politik, ekonomi dan lain-lain untuk meraih kemenangan.

Sebagaimana diketahui pada 24 Oktober 2018 lalu, saat melakukan Peresmian Pembukaan Pertemuan Pimpinan Gereja dan Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Jokowi menyerang kubu oposisi menyebut mereka tengah memainkan politik ‘Sontoloyo’.

Tak berhenti di situ, kurang dari sebulan pasca munculnya istilah ‘Sontoloyo’, praktik Psy War Jokowi pun berlanjut. Dimana Jokowi saat berpidato dalam pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, pada 9 November 2018 lalu, kembali memproduksi Psy War.

Baca Juga:  Ratusan Purnawirawan di Jatim  Kawal Kemenangan PKS dan AMIN

Baca Juga: Kedubes Bantah Soal Pernyataan ‘Propaganda Rusia’ Jokowi

Dalam kesempatan itu, Jokowi melontarkan istilah ‘Politik Genderuwo’. Lagi-lagi istilah politik Genderuwo ini terpaparkan kepada kubu oposisi. Jokowi mengatakan, politik Genderuwo adalah politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran.

Agresi pendiskreditan oposisi melalui strategi Psy War itu kembali berlanjut. Baru baru ini tepatnya pada 3 Februari 2019 saat di Karanganyar, Jawa Tengah, Jokowi menuding kubu oposisi menggunakan konsultan asing dan menggunakan propaganda dari Rusia.

Istilah ‘Propaganda Rusia’ ini, menurut Jokowi merujuk pada cara-cara berpolitik yang dilakukan dengan cara menyemburkan dusta, fitnah dan hoax.

Sebelumnya, saat acara di Surabaya, pada 2 Februari 2019, Jokowi juga menyinggung mengenai tudingan propaganda Rusia tersebut. Dirinya mengajak masyatakat Surabaya untuk memerangi strategi politik propaganda Rusia.

Dari sederet pernyataan kontroversial itu, yanki mulai dari Sontoloyo, Genderuwo dan Propaganda Rusia, sepertinya menguatkan asumsi politik Psy War dari kubu petahana sebagai strategi untuk melemahkan lawan.

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

William E.Daugherty dan Morris Janowitz dalam bukunya A Psychological Warface Casebook, menyatakan bahwa Psy War atau perang urat saraf adalah penggunaan secara berencana propaganda dan kegiatan-kegiatan lainnya yang direncanakan untuk mempengaruhi pendapat, emosi, sikap, dan perilaku pihak musuh, pihak netral dan pihak kelompok asing yang bersahabat dalam rangka mendukung pencapaian sasaran dan tujuan nasional.

Editor: Alya Karen

Related Posts

1 of 3,111