Politik

PSI: Jangan-jangan Tim Ekonomi Prabowo-Sandi Bodoh-bodoh

Rizal Ramli Bicara diantara Para Timses Ekonomi Prabowo Subianto. (FOTO: Dok. Kompas)
Rizal Ramli Bicara diantara Para Timses Ekonomi Prabowo Subianto. (FOTO: Dok. Kompas)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaPartai Solidaritas Indonesia (PSI) menyerang tim ekonomi Prabowo-Sandi. Juru PSI Rizal Calvary Marimbo menyoroti pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang menyebut bahwa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat ini sedang menjalani praktik ekonomi kebodohan (the economics of stupidity). Rizal mengatakan, dalam ilmu ekonomi tidak ada terminologi ekonomi kebodohan.

“Secara akademis dan keilmiahan, kita tidak perna menemukan terminologi ini. Referensinya dari mana. Kita juga ingin tahu,” ujar Rizal dalam keterangannya, Jakarta, Senin (15/10/2018).

Baca Juga:

Rizal mengatakan, terminologi ekonomi kebodohan hanyalah sebuah fiksi, khayalan tim ekonomi Prabowo-Sandi.

Rizal menduga, tim ekonomi Prabowo sengaja memasok terminologi rekaan dan tidak akademis untuk menjatuhkan citra Prabowo. “Jangan-jangan tim ekonominya yang bodoh-bodoh. Tolong dibantu Pak Prabowo dengan memasok terminologi yang teruji secara akademis dan sudah dibakuhkan. Ini mau Pilpres bukan mau cari Ketua RT baru. Ancor ini kalau begini,” ucap dia.

Baca Juga:  Mengawal Pembangunan: Musrenbangcam 2024 Kecamatan Pragaan dengan Tagline 'Pragaan Gembira'

Dalam pidatonya di Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Kamis (11/10) itu, Prabowo menyebut indikator pertama bahwa Indonesia sedang menjalankan ekonomi kebodohan adalah sejak 1997 hingga 2014, kekayaan Indonesia yang hilang dan dinikmati asing mencapai 300 miliar dollar Amerika Serikat.

Rizal mencurigai Prabowo mendapat masukan yang keliru soal ekonomi Indonesia. Pasalnya, data yang sebenarnya menunjukan investasi asing di Indonesia tidak semasif negara-negara ASEAN lainnya. Data dari Laporan Investasi Dunia UNCTAD menyebutkan, persentase rata-rata penanaman modal asing langsung di Indonesia terhadap total Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada kurun 2005-2010 dan 2011-2016 tidak pernah lebih dari 6 persen alias hanya berkisar 5,6 persen dan 5,7 persen.

Jika dibandingkan dengan Vietnam, besarannya bahkan empat kali lipat lebih besar dari Indonesia dengan persentase sebesar 20,4 persen pada 2005-2010 dan 23,2 persen pada 2011-2016. Adapun, Malaysia persentasenya mencapai 13,6 persen dan 14 persen.

“Jadi pandangan Prabowo itu hanya asumsi-asumsi yang dasarnya lemah. Datanya sebaliknya,” ucap Rizal.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Resmikan Pemanfaatan Sumur Bor

Rizal mengatakan, justrU di era Jokowi pemerintah merebut aset-aset yang selama ini dikuasai asing.

“Misalnya, kepemiliikan 51 persen saham Freeport. Selain itu, Blok Rokan yang merupakan penghasil minyak terbesar juga telah dikelola oleh Pertamina 100 persen. Ini baru terjadi pada zaman Jokowi. Justru Freeport dulunya secara bulat dan utuh diberikan oleh mertua Prabowo kepada pihak asing. Sekarang sudah direbut oleh Jokowi,” ujar Rizal.

(gdn/wbs)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,149