Puisi

Produk yang Kamu Ciptakan dan Wariskan – Puisi Fatah Anshori

Produk yang Kamu Ciptakan dan Wariskan

Orang-orang sok tahu membicarakan
minyak, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, dan kebodohan
bangsa ini yang bertumbuh subur
di masyarakat.

“Kebodohan barangkali adalah produk yang kamu ciptakan dan wariskan pada anak cucumu.”, Kata seorang Bumiputra sok tahu.

Dan malam semakin hening menciptakan lekuk-lekuk
kebencian antar saudara. Daun enggan terjatuh di malam itu.Karena kebencian merayap di jalan-jalan
yang mengering dan merambati hati, sarang yang
hangat bagi cinta dan benci.

Lamongan, 2016
Lalu Seperti Biasanya

Lalu seperti biasanya malam akan memeluk
bintang-bintang dan menaruh rindu dihatimu.

Buku-buku tertutup rapat
mengasingkan dirinya sendiri.

Dan anak-anak disekolahkan hanya
untuk menjadi mesin penghasil uang.
Menjadi buruh bagi peradaban yang korup
dan akhirnya mereka hanya akan
menjadi kambing-kambing
yang mau digiring kemana saja. Bahkan untuk
masuk sumur sekalipun.

Lalu buku-buku akan menceritakan kebodohan
yang dibudidayakan sebuah bangsa yang katanya
besar. Entah apanya yang besar.

Barangkali perutnya atau omongnya.
Lalu aku memilih untuk membaca cerita-cerita itu.
Dan mendekati mesin ketik dengan malu-malu.

… malam masih merambat di kabel-kabel listrik.
Ranting-ranting yang mengering masih menangisi
nasibnya. Seperti dirimu dan rindumu.

Lamongan, 2016

Hujan Didalam Kepala

Ibuku berteriak dari dapur
mulutnya menyiramkan segantang
omelan untuk makhkuk yang lalai
bangun pagi. Dan tidak mau mengantarkan
adiknya pergi ke sekolah.

Lalu di sore hari hujan
mengguyur pekarangan rumah-rumah
bunga-bunga menjadi harum
dan jalanan dipenuhi bau rerumputan.

Seorang tukang tambal ban tua
masih bekerja sehabis hujan reda.
Ia bercerita tentang masa lalu dan jalan raya
yang bising 24 jam.

Setetes air sisa hujan baru saja lengser
dari daun. Jatuh tepat di buku puisi
yang mengingatkanku tentangmu
tentang foto dan lelaki asing disampingmu.

Lalu kepalaku menjadi berat
ada hujan dirimu didalamnya.

Lamongan, 2016

Sehabis Maghrib Hujan Belum Juga Reda

Sehabis Maghrib hujan belum juga reda.
Kenapa bisa begitu?
Itu pertanyaan bodoh. Anak-anak tetap
keluar rumah setelah mencium tangan
Ibu Bapaknya.

Di suatu rumah yang malas aku membaca
puisi Isthar Gate. Dan kubayangkan dewa-dewa
keluar masuk di gerbang biru itu. Barangkali disana
hujan tak pernah turun dan menginjakkan kaki.

Jalanan berbatu dan berlubang menjadi sarang
genangan bagi hujan. Diluar becek waktu yang tepat
untuk meringkuk di kamar dan memeluk hangat
tubuhmu, yang tinggal kenangan.

Masa lalu diam-diam melepasku
bagai tangan anak kecil yang renggang, lalu
balon-balon di kirim ke langit. Selalu lebih mudah
melepaskan ketimbang mendapatkan. Aku baru
mengerti itu ketika balon-balon itu
lepas dari genggaman.

Di depan rumah kusam anak-anak
berbaris menunggu pintu terbuka.
Dan lagi-lagi aku tersenyum melihat
kepolosan yang masih terpelihara.

Anak-anak dusun.

Lamongan, 2016

Fatah Anshori
Fatah Anshori

Fatah Anshori, lahir di Lamongan, 19 Agustus 1994. Belajar menulis sejak pertengahan 2014. Novel pertamanya Ilalang di Kemarau Panjang (2015), beberapa tulisannya termuat dalam tiga buku antologi. Ia juga aktif sebagai pustakawan di Rumah Baca Aksara, yang ia dirikan bersama teman-temannya di dusunnya. Beberapa cerpen dan puisinya telah dimuat di beberapa media online.

_____________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, dan esai dapat dikirim langsung ke email:[email protected] [email protected].

Related Posts

1 of 124