NUSANTARANEWS.CO, Saudi Arabia – Pria dan wanita bergoyang mengikuti alunan musik dalam Festival Jazz pertama di Arab Saudi pada hari Jumat. Sebuah acara outdoor yang tengah berlangsung selama dua hari yang mengubah citra konsevatif kerajaan Wahabi tersebut.
Penduduk setempat terlihat berbondong-bondong menghadiri festival tersebut untuk menonton band-band dari Riyadh, Beirut dan New Orleans. Kerumunan masa tersebut bernyanyi bersama saat Chady Nashef dari Lebanon melantunkan lagu “Hotel California” Eagles – sebuah momen yang tidak terbayangkan akan terjadi sebelumnya.
Sebuah perubahan dalam kehidupan sosial Saudi dan relaksasi segregasi gender secara bertahap, meskipun pembatasan tetap ada. Pada festival tersebut, area di depan panggung terbagi menjadi dua bagian – satu untuk pria dan satu untuk wanita – namun orang bercampur di area tempat duduk keluarga di samping dan di belakang.
Badan Hiburan Umum Saudi bahkan mengumumkan bahwa mereka akan menyelenggarakan lebih dari 5.000 pertunjukan, festival dan konser pada 2018, dua kali lipat dari tahun lalu.
Saleh Zaid, musisi lokal Saudi, pada hari Jumat (23/2) mengatakan bahwa, “Ini perasaan yang tidak bisa saya jelaskan. Saya sangat gembira bangun tidur pagi ini dan pergi ke festival jazz dan beraksi di depan kerumunan.
Beberapa memang datang karena menyukai jazz. Namun yang lain, datang karena kesempatan bisa mendengar musik di luar ruangan.
Perubahan drastis ini mengundang respons yang beragam dari warga Saudi. Awal bulan ini misalnya, aparat menahan seorang pria setelah videonya berdansa dengan seorang perempuan tersebar.
Namun pada Jumat kemarin, para perempuan berbalut abaya, bergerak mengikuti alunan musik.
Seorang ulama terkemuka Saudi berkomentar bahwa mengenakan abaya adalah tanda terbaru transformasi kerajaan yang sedang berlangsung. Sama seperti halnya UAE, Riyadh mengambil langkah untuk melakukan diversifikasi dan modernisasi ekonomi berbasis minyak dengan rencana Vision 2030.
Bersamaan dengan itu, Mohammed bin Salman, Pangeran Mahkota Saudi, telah mempelopori tahap reformasi sosial yang mengubah wajah kehidupan di kerajaan.
Wanita Saudi menjadi kelompok yang mendapat banyak manfaat dari transformasi tersebut, mulai dari pencabutan larangan mengemudi sampai diizinkan untuk berpartisipasi dalam perayaan Hari Nasional publik di sebuah stadion di Riyadh untuk pertama kalinya.
Wanita Saudi kini bisa menghadiri pertandingan sepak bola. Dalam perkembangan terakhir, Sheikh Abdullah Al Mutlaq – anggota badan keagamaan tertinggi di negara itu mengatakan secara terbuka bahwa wanita Saudi seharusnya tidak mengenakan abaya, sesuai tuntutan hukum saat ini.
“Lebih dari 90 persen wanita Muslim saleh di dunia Muslim tidak memakai abaya,” katanya. “Jadi kita tidak boleh memaksa orang untuk memakai abaya.”
Al-Mutlaq didukung oleh ulama lain di media sosial. Jika hukum berubah, banyak wanita yang abayanya memiliki resonansi budaya dan agama pasti akan tetap memilih untuk memakainya. Namun, implikasinya bagi pilihan perempuan yang dianggap penting oleh ucapan Sheikh Abdullah patut dipuji.
Seperti yang sering diamati pada halaman-halaman ini, Raja Salman dan Putra Mahkotanya telah memenuhi kata-kata dengan perbuatan. Dengan 70 persen warga Saudi yang cerdas dan tekun, rakit reformasi sosial terbaru adalah bijaksana. Dan sementara masih ada pekerjaan yang harus dilakukan, tidak diragukan lagi bahwa konsekuensi liberalisasi Saudi akan sangat mendalam. (Aya)
Eitor: M. Yahya Suprabana