Mancanegara

Presiden Trump Tutup Rapat-rapat Rencana AS Berdamai dengan Taliban

NUSANTARANEWS.CO – Presiden AS Donald Trump menutup rapat-rapat kemungkinan Amerika dan pemerintahan Afghanistan menjajaki perdamaian dengan Taliban guna menyudahi perang fisik yang telah menghabiskan waktu selama 16 tahun.

Wacana berdamai dengan Taliban adalah salah satu opsi dari strategi baru AS menghadapi kemungkinan semakin kuatnya Taliban. AS telah menampatkan pasukannya dalam skala besar pada tahun 2001 silam.

Baca: Presiden Trump Membuka Peluang Perundingan Dengan Taliban

Berdasarkan laporan Washington Post pada tahun 2015, selama perang Afghanistan antara tahun 2001–2014 telah mengakibatkan kematian 149.000 orang. Sementara laporan resmi militer AS sendiri menyatakan 2.386 tentaranya tewas, dan lebih dari 20.000 terluka. Di laporkan juga bahwa 1.173 kontraktor swasta AS terbunuh.

Meski secara resmi AS telah mengakhiri operasi tempur di Afghanistan pada bulan Desember 2014, namun pasukan berseragam AS masih tetap menjadi penasehat pasukan keamanan Afghanistan dan terlibat dalam pertempuran. Perang bahkan tidak berkurang intensitasnya. Pemboman, serangan pesawat tak berawak dan operasi darat terus berlanjut di bawah pemerintahan George W. Bush, Barack Obama dan sekarang Donald Trump dengan strategi barunya.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Baca: Terjepit Rusia dan China, AS Merajut Damai Dengan Taliban

Presiden Trump bahkan telah mengerahkan ribuan pasukannya ke Afghanistan, lengkap dengan peralatan militer yang dibuutuhkan. Target perang pasukan AS di Afghanistan kali ini adalah menang. Tak ada opsi lain.

Alhasil, AS kembali menempatkan pasukannya di Afghanistan tak kurang dari 14 ribu tentara.

Insiden serangan dan bom di Kabul baru-baru ini telah menyulut amarah Presiden Trump. “Kita tidak akan melakukan pembicaraan dengan Taliban. Tidak ada yang harus dibicarakan dengan Taliban,” kata Trump dikutip Associated Press, Selasa (30/1/2018).

Sedikitnya 3 orang warga AS tewas dan terluka dalam sebuah serangan dan penyekapan selama 13 jam di Hotel Interconinental di Kabul.

Kemudian setelahnya bom bunuh diri membuat mayat bergelimpangan di jalanan Kabul. Setidaknya 95 orang tewas dan 158 lainnya luka.

Kedua serangan diketahui Taliban sebagai pihak yang mengklaim pelaku dan penanggung jawab. Serangan disinyalir merupakan tanggapan atas rencana AS yang kembali akan mengirimkan 1.000 pasukan tambahan sebelum musim panas, atau di musim semi nanti.

Baca Juga:  Apakah Orban Benar tentang Kegagalan UE yang Tiada Henti?

Baca juga: AS Ingin Berdamai Dengan Taliban

Sejak 28 Desember 2017 hingga 27 Januari 2018, setidaknya sudah ada sekitar 200-an orang tewas akibat serangan mendadak di Afghanistan.

Celakanya, tiap kali AS memiliki rencana tambahan ke Afghanistan, Taliban selalu menyambutnya dengan serangan. Ambil contoh misalnya pada 27 September 2017 lalu, Taliban ‘menyambut‘ kedatangan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis ke Afghanistan dengan meluncurkan 6 roket ke dekat bandara internasional Kabul.

Insiden ini seolah mempertegas pernyataan Mattis pada tahun 2017 lalu bahwa Taliban semakin kuat dan perang tentara AS di tahun 2018 akan semakin berat. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 14