Mancanegara

Presiden Maduro Telah Menjadi Musuh Nomor Satu AS

Presiden Maduro
Presiden Venezuela Nicolas Maduro memberi isyarat “kemenangan” saat pertemuan dengan tentara di sebuah pangkalan militer di Caracas/Foto: Reuters

NUSANTARANEWS.CO – Presiden Maduro telah menjadi musuh nomor satu Amerika Serikat (AS). Venezuela memang  salah satu negara yang memiliki cadangan minyak terbukti terbesar di dunia yang letaknya berdekatan dengan kilang minyak Texas Paman Sam. Namun bukan itu alasan Paman Sam ingin menguasai negeri Simon Bolivar yang tepat berada di halaman belakangnya. Tapi lebih dikarenakan Presiden Maduro dalam tiga tahun terakhir telah melakukan transaksi minyaknya tanpa menggunakan dolar Amerika.

Tentu saja alarm peringatan terhadap ancaman keamanan nasional Amerika langsung berbunyi dengan nyaring, seperti ketika Presiden Irak, Saddam Hussein menyerukan pemboikotan mata uang dolar dalam transaksi minyak di dunia Arab. Begitu pula ketika Pemimpin Libya, Muammar Qaddafi ingin mengubah Afrika menjadi “Amerika Serikat” – yang memiliki militer sendiri dan satu mata uang tunggal. Raungan alarm pun langsung menggema di Pentagon. Memekakkan telinga penghuni Gedung Putih.

Baca Juga:  BRICS: Inilah Alasan Aliansi dan Beberapa Negara Menolak Dolar

Betapa tidak, bila gagasan Qaddafi ini terwujud, tentu “Negara Kesatuan Afrika” akan menjadi kekuatan global di abad ke-21. Bukan saja melemahkan dolar AS, bahkan bisa-bisa kiblat kekuatan ekonomi global akan bergeser ke Afrika. Dengan kata lain, Qaddafi ingin mengubah tatanan dunia abad 21 menjadi lebih adil bagi semua.

Mengapa Paman Sam begitu khawatir terhadap ancaman pelemahan hegemoni dolar? Karena semakin banyak negara tidak memberlakukan standar dolar AS untuk perdagangan hidrokarbon atau minyaknya – maka permintaan akan kebutuhan dolar menurun dengan cepat yang pada gilirannya akan menggerogoti kelestarian Pax Americana.

Rusia dan Cina telah lama menghentikan transaksi perdagangan mereka dalam dolar AS, tidak hanya hidrokarbon, tetapi untuk semua komoditas. India dan Iran sebetulnya sudah mulai melakukan hal yang sama. Bila negara-negara lain mengikuti, seperti Venezuela yang memiliki cadangan minyak terbukti terbesar di dunia – tentu saja membuat Gedung Putih menjadi demam tinggi – karena bisa menginspirasi negara lain untuk mengikuti.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Tidak mengherankan bila Presiden Trump dan sisa-sisa neolib di Wall Street perlu mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghentikan Venezuela. Oleh karena itu, menggulingkan Presiden Maduro yang teerpilih secara demokratis dan mengambil alih aset minyak Venezuela yang besar menjadi prioritas utama. Dan tidak perlu alasan. Karena alasan bisa dibuat dengan menggunakan komoditas post truth yang opininya siap dikemas dengan rapi oleh media mainstream barat.

Keputusan Presiden Maduro menggunakan mata uang lain dalam perdagangan minyaknya jelas merupakan sebuah dosa besar bagi Paman Sam – karena merupakan ancaman terhadap hegemoni dolar yang bisa mempercepat keruntuhan Pax Americana yang sudah di depan mata. Bagi Washington, menguasai Venezuela berarti menunda keruntuhan mata uang dolar.

Sekedar catatan, bila ekonomi AS saat ini benar-benar bergantung pada industri senjata dan perang – tentu menjadi hal yang sangat menakutkan bagi masyarakat dunia internasional. Bahkan menjadi ancaman serius bagi cita-cita perdamaian dan keamanan tatanan global saat ini. Tanda-tanda ini terlihat dengan kesibukan AS dan NATO menciptakan zona-zona perang baru di berbagai belahan dunia. Munculnya konsep artificial “Indo-Pasifik” dengan varian “Quad” dan “Hex”-nya, kemudian Middle East Strategic Aliance (MESA) atau “NATO Arab” – jelas menjadi indikator persiapan perang baru di masa depan.

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

Demikian pula dengan penarikan diri AS dari perjanjian strategis persenjataan nuklir, baik yang bersifat bilateral seperti INF (Intermediate-Range Nuclear Forces Treaty) maupun multilateral seperti JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action). Hal ini jelas menunjukkan bahwa AS ingin membangun kembali perlombaan senjata seperti di masa Perang Dingin. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,052