Politik

Prabowo Sudah Paparkan Pemikiran Besarnya, Rakyat Kini Tentukan Pilihan

jurkamnas prabowo, pidato prabowo, bahasa inggris prabowo, baca teks, nusantaranews, the world in 2019 galla dinner
Prabowo Sudah Paparkan Pemikiran Besarnya, Rakyat Kini Tentukan Pilihan. Keterangan Foto: Prabowo saat  menjadi pembicara dalam acara The World in 2019 Gala Dinner yang diselenggarakan majalah The Economist di Hotel Grand Hyatt Singapura, Selasa (27/12). (Foto: dok. The Economist)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaPrabowo Subianto sudah memaparkan pemikiran besar seorang pemimpin, rakyat kini giliran untuk menentukan pilihannya pada 17 April mendatang.

Prabowo Subianto dinilai sudah memaparkan ide, gagasan, pemikiran dan harapannya yang cemerlang dalam seluruh sesi debat calon presiden untuk Pilpres 2019.

Istilah ‘negara kuat‘ dinilai narasi yang sangat cemerlang dari Prabowo karena debat calon presiden adalah ajang untuk membangun narasi besar seorang pemimpin, bukan laporan pertanggung jawaban tahunan.

Salah satu kutipan pemikiran Prabowo ialah bahwa bangsa yang kuat, mandiri dan berdaulat maka akan dihargai dan dihormati bangsa-bangsa lain. Kutipan lain, negara yang kuat jika memiliki TNI yang kuat disertai Alat Utama Sistem Persenjataan yang kuat dan modern maka akan disegani bansa lain.

Tokoh Papua, Natalius Pigai mengatakan, pemikiran Prabowo yang besar dan cemerlang menunjukan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin yang kuat dan berkarakter.

Baca Juga:  Sholawatan, Khofifah Ajak Masyarakat Jatim Doakan dan Pilih Prabowo-Gibran Sekali Putaran

“Kalimat pajang tersebut di atas merupakan ringkasan dari sederet ungkapan hati, ide, gagasan Prabowo Subianto membawa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kuat, pemenang dan keluar dari negara yang terancam gagal (falls of nations),” ujar Pigai, Jakarta, Rabu (3/4/2019).

Dia memandang, Prabowo Subianto adalah seorang jenderal intelektual, politikus, negarawan yang cemerlang, saban hari menyisihkan waktu untuk membaca buku-buku terbaik dalam berbagai bahasa.

“Salah satu buku yang pernah di bawahnya saat debat kedua capres tanggal 17 Pebruari 2019 berjudul Fals of Nation (Negara Gagal),” paparnya.

Inti dari buku tersebut, kata dia, negara gagal karena sumber daya alam dikuasai sekelompok kecil oligarki, sementara kebijakan politik dan hukum negara berorientasi untuk memperkuat kepentingan sekelompok kecil oligarki ekonomi dan politik tersebut.

“Sehebat-hebatnya membangun infrastruktur untuk mengejar ketertinggalan negara lain, tetapi tetap saja menjadi negara miskin dan gagal sebagaimana kesenjangan (gap) antara Amerika Serikat dan Meksiko, Korea Utara dan Korea Selatan, Jerman Barat dan Jerman Timur yang memiliki infrastruktur sama, namun label sebagai negara gagal tetap melekat di Meksiko, Korea Utara dan Jerman Timur sebelum reunifikasi,” terangnya.

Baca Juga:  Gibran Rakabuming Didaulat sebagai Ki Sunda Utama oleh Abah Anton Charliyan di Padepokan Abah Umuh Sumedang

Eks Komisioner Komnas HAM ini menambahkan, selama masa kepemimpinan Jokowi-JK, rakyat Indonesia tidak diartikulasikan keinginan, rintihan, harapan, penderitaan, pembungkaman kebebasan berekspresi, pendapat, pikiran dan perasaannya. Sementara, sosok pemimpinannya tidak mampu menjadi teladan, nepotis, berbohong, dan tidak menepati janji.

“Tokoh-tokoh agama didemoralisasi melalui perilaku destruktif oleh penguasa. Karena itu wajar jika ada keinginan besar rakyat untuk melakukan perubahan di tahun 2019,” kritiknya.

Kata Pigai, kegagalan kepemimpinan hari ini terjebak dalam sektarianisme, eksklusivisme yang naif dan bahkan chauvinistik, seolah-olah mereka sendirilah pemilik NKRI.

“Klaim diri sebagai pahlawan, nasionalis, bahkan bahkan personifikasi diri sebagai nasionalis. Sedangkan umat muslim dan keturunan Arab dan kaum minoritas lain dianggap bukan pejuang dan pahlawan,” katanya.

“Itulah ide, gagasan dan harapan Indonesia negara kuat dalam pandangan Prabowo Subianto Calon Presiden 2019-2024 yang saya pahami dan analisis,” tambah dia.

“Silakan rakyat menentukan pilihan, tetapi jangan lupa bahwa dunia sedang mengalami perubahan (progress), bukan kemunduran (regress), kita bisa berubah jika ada hasrat untuk berubah (willingness to change), mempertahankan yang ada itu status quo, berganti yang baru itu niscaya. Semua ada masanya,” pungkasnya.

Baca Juga:  Salam Dua Jari, Pengasuh Ponpes Sidogiri Bersama Khofifah Dukung Prabowo-Gibran

(eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,072