Ekonomi

Potensi Cadangan Migas Indonesia Besar, Faisal Basri: Perlu Perubahan Paradigma

Pengamat ekonomi asal Universitas Indonesia Faisal Basri. (Foto Andika/Nusantaranews.co)
Pengamat ekonomi asal Universitas Indonesia Faisal Basri. (Foto Andika/Nusantaranews.co)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki luas wilayah 7,8 juta km2 yang terdiri dari 2,01 juta km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan 2,55 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan untaian 17.499 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

“Indonesia tarletak di gugusan cincin api (ring of fire) Pasifik dengan 68 gunung api aktif. Konsekuensinya, kita rawan gempa bumi. Namun, Indonesia dikaruniai potensi sumber daya alam, termasuk energi, yang relatif melimpah, sehingga cukup beralasan mengatakan Indonesia berada di gugusan cincin energi (ring of energy),” kata Ekonom Senior, Faisal Basri seperti dikutip dari situs pribadinya, faisalbasri.com, Selasa (12/2/2019).

Kendati demikian, Faisal Basri menyayangkan bahwa cadangan sumber daya alam tak terbarukan kian hari semakin tergerus. “Yang kita kuras dari perut bumi jauh melebihi cadangan baru yang kita temukan. Kita lupa bahwa kekayaan alam itu juga hak generasi mendatang,” ujarnya.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Baca Juga:

Susai data yang dimiliki, Faisal menyebut cadangan minyak terbukti kini tinggal 3,2 miliar barrel. Padahal pada tahun 1980 masih 11,6 miliar barrel. Dengan tingkat daya keruk sekarang dan pika tidak ditemukan cadangan baru, maka dalam waktu 9,2 tahun ke depan, sumur-sumur minyak kita akan kering.

“Tengoklah negara-negara tetangga yang cadangannya lebih besar dan lebih stabil. Sementara itu, cadangan minyak Indonesia terus turun,” kata Faisal.

“Betapa besar dahaga mengonsumsi minyak. Emas hitam dinilai rendah, seolah kita berkemelimpahan minyak. Akibatnya, status sebagai pengekspor neto minyak berbalik menjadi negara pengimpor neto minyak, dengan kesenjangan kian melebar,” imbuhnya.

Lebih lanjut Faisal menyatakan, minyak yang relatif mahal dibeli oleh pemerintah, sedangkan gas yang relatif murah sebagian besar dijual. Demikian juga dengan batu bara.

Baca Juga:  Pemdes Kaduara Timur Salurkan BLT

“Minyak, gas, dan batu bara lebih kita perlakukan sebagai komoditi, sumber penerimaan negara, sumber penerimaan devisa, dan obyek pemburuan rente. Cadangan gas terbukti Indonesia tidak tergolong melimpah, hanya 102,9 TCF, hanya 1,4 persen dari cadangan dunia,” katanya.

Memang, kata dia, R/P ratio gas yang 34,9 lebih tinggi dari R/P minyak. “Namun jika pemanfaatannya di dalam negeri relatif sangat minim, berarti kita abai mengelola sumber gas dengan bijak,” ujarnya.

“Jika hanya business as usual, begini kira-kira gambaran migas kita pada 2050. Tak terbilang pula potensi panas bumi yang terkandung di gugusan ring of energy kita,” tegasnya.

Mengingat Indonesia berada di gugusan ring of energy, masih kata Faisal, maka tantangan ke depan adalah bagaimana menggalakkan eksplorasi dengan teknologi baru dan kerangka pikir dengan no box, bukan sekedar out of the box.

Kedua, sambungnya, mengubah paradigma dari energi sebagai komoditi, sumber penerimaan negara dan devisa, dan ajang pemburuan rente, menjadi energi sebagai tulang punggung perekonomian, pembangunan nasional dan daerah, pengakselerasi industrialisasi, dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

“Kita tunggu apa tawaran kedua pasangan capres-cawapres pada debat kedua, 17 Februari mendatang,” tandasnya.

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,150