Opini

Policy Solution Hak Adat Pribumi Maluku

Policy Solution Hak Adat Pribumi Maluku
Peta Maluku. (IST

Policy Solution Hak Adat Pribumi Maluku

Oleh: M.D. La Ode, Ahli Politik Etnisitas

Kamis 20 Februari 2020 CNN Indonesia merilis berita bahwa sebanyak 26 orang warga adat Maluku di Sabuai, Pematang, Siwalalat, Seram Timur, ditangkap Polisi saat unjuk rasa menolak pembalakan kayu liar. Istilah pembalakan liar yang dilakukan oleh CV Sumber Berkat Makmur (SBM) ini sepertinya illegal logging tepatnya.

Nama pemilik CV SBM Tina dan Yongky Warga Negara Indonesia dari kelompok Etnis Cina Indonesia (ECI). Jenis kayu illegal logging itu antara lain Linggua, Pule dan jenis kayu lainnya.

Warga adat Maluku itu melakukan unjuk rasa terhadap tindakan illegal logging yang dilakukan oleh perusahaan ECI yang mungkin menurut masyarakat adat Maluku, Tina dan Yongky itu sebagai pihak yang tidak berhak atas kayu itu. Namun mereka bisa mengambil manfaat dari hasil hutan mereka dengan cara ilegal.

Tindakan unjuk rasa masyarakat Adat Maluku itu dipastikan tidak keliru. Sebab ternyata masih sejalan dengan amanat UUD 1945 pasal 18B ayat (2) hasil amandemen bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Tindakan masyarakat Adat Maluku melakukan unjuk rasa sesungguhnya konstitusional berhubung dilindungi UUD 1945 pasal 18B ayat (2) guna mempertahankan dan mengambil manfaat dari hasil hutan yang menjadi hak hak Adat mereka. Sebaliknya CV SBM milik Tina dan Yongky yang tidak berhak pada hasil hutan, berbagai jenis kayu, dimaksud malahan dilindungi polisi dengan cara menangkapi 26 orang masyarakat Adat Maluku karena mereka melakukan unjuk rasa menolak illegal logging yang dilakukan oleh CV SBM milik Tina dan Yongky, ECI.

Baca Juga:  Presiden Resmi Jadikan Dewan Pers Sebagai Regulator

Sebagai upaya policy solution bagi masyarakat Adat Maluku, khusunya 26 orang yang ditangkap polisi setempat, berikut ini diusulkan beberapa hal pokok.

Pemerintah Daerah Harus Berlaku Adil

Pemerintah daerah Provinsi Maluku sebagai aparatus negara yang paling bertanggung jawab terhadap rakyat di seluruh wilayah Maluku. Masyarakat Adat Seram Timur ini adalah satu di antara titik keadilan harus ditegakkan. Masyarakat Adat Sabuai, Seram Timur sedang mengalami perlakukan tidak adil oleh Polisi setempat akibat dari reaksi mereka menolak pembalakan liar hutan kayu dalam lingkungan masyarakat Adat mereka. Pelaku pembalakan liar CV SBM milik ECI.

Warga ECI, memang terbiasa melakukan pembalakan liar di hampir seluruh wilayah hutan di Indonesia. Nah yang paling bertanggung jawab atas perizinan adalah Pemerintah Daerah Provinsi Maluku. Dalam pada itu harus berlaku adil. Menurut hukum Adat, mereka sudah hidup turun temurun di situ sejak ribuan tahun silam, bersama alam dan seisinya untuk mereka, namun ketika ada pihak luar yakni CV SBM yang melakukan pembalakkan liar atas hutan mereka, malahan mereka yang ditindak Polisi. Ini bukti ketidakadilan yang nyata dari Pemerintah Daerah Provinsi Maluku terhadap masyarakat Adat Sabuai. Masyarakat Adat Sabuai ini dilindungi oleh UUD 1945 pasal 18B seperti diterakan di atas.

Baca Juga:  Catatan Kritis terhadap Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024

Sebab Selalu Lebih Kecil Dari Pada Akibatnya

CV SBM untuk melakukan pembalakan liar tentu saja menggunakan sejumlah alat berat, sedang dan ringan. Perbuatan pembalakan liar dapat diklasifikasikan perbuatan kriminal terhdap hutan ‘milik’ masyarakat Adat Sabuai juga terhadap negara. Perbuatan itu dalam logika disebut ‘sebab’ adanya fakta. Nah fakta ini ditolak oleh masyarakat Adat Sabuai karena mungkin mereka merasa dirugikan oleh CV SBM. Sebagai reaksinya, masyarakat melakukan pengrusakan terhadap peralatan CV SBM untuk membalak liar hutan ‘milik’ mereka. Ini dalam logika disebut akibat.

Dari alasan pengrusakan inilah lantas Polisi menangkap 26 orang warga masyarakat Adat Sabuai. Di sini pula ditemukan kelemahan Polisi dalam melakukan penegakkan hukum kepada masyarakat Adat Sabuai. Karena hanya melihat akibatnya, tetapi tidak melihat sebabnya. Padahal sebablah yang membuat masyarakat Adat Sabuai bereaksi melakukan mengrusakan alat pembalakan liar kayu di lingkungan masyarakat Adat Sabuai.

Tindakan Polisi seperti ini tidak mencerminkan keadilan dan kepastian hukum. Adil per definisi ‘berikan apa kepada siapa sesuai haknya’. Hak masyarakat Adat Sabuai dirampok ECI malahan ditangkapi Polisi. Semestinya masyarakat Adat Sabuai diayomi dan dilindungi Polisi. Sebaliknya pemilik CV SBM Tina dan Yongky mestinya yang ditangkap Polisi sebagai pelaku illegal logging. Tak peduli dengan pengrusakan alat itu!

Pribumi Adalah Penguasa Atas Non Pribumi

Kini semua WNI dari bangsa Indonesia (pribumi) maupun dari bangsa lainnya (antara lain ECI) harus menyadari status sosial politiknya di NKRI. Semua pihak harus mengikuti paradigma politik yaitu struktural yang berarti pribumi penguasa sedangkan non pribumi di bawah kuasa pribumi. Di luar itu mustahil benar. Walaupun betul sesama WNI menganut paradigma hukum yaitu setara. Ini ruang lingkupnya sebatas pada ketertiban hidup dalam masyarakat bukan dalam kekuasaan politik yang senantiasa struktural.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menangi Pilpres Satu Putaran

Sejak era reformasi, politik nasional tidak genah karena non pribumi dijadikan pengusa. Ini adalah bukti elite politik nasional masih tidak mengerti membedakan politik negara, demokrasi, dan kesetaraan di depan hukum. Akibatnya, kedaulatan NKRI dicabut dan dibagi kepada bangsa lainnya secara gratis. Oleh karena itu harus dikembalikan ke khithohnya yaitu pribumi sebagai penguasa atas non pribumi. Jika non pribumi tidak menerima, silahkan cari negara lain.

Hak Adat Harus Ditegakkan

Untuk memulai menegakkan politik negara, maka hak adat harus ditegakkan di seluruh wilayah yurisdiksi NKRI. Titik awalnya harus dimulai mada masyarakat Adat Sabuai, Seram Timur. Berikutnya di Kalimantan, Papua, Sumatera, Sulawesi dan lainnya. Hak adat bisa diletakkan dan ditegakkan melalui Kerajaan, Kesultanan dan kelompok-kelompok etnis yang masih spesifik. Lembaganya bisa disebut Pemangku Adat Istiadat dan Budaya Nusantara. Ini penting karena lembaga itu adalah asal muasal NKRI saat ini. Tanpa keberadaan mereka itu mustahil NKRI ada seperti saat ini.

 

 

 

 

 

 

Catatan: Artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis seperti tertera dan tidak mewakili gagasan redaksi nusantaranews.co

Related Posts

1 of 3,049