Lintas Nusa

PMII Ponorogo Kawal PLTPB Ngebel

- Pergerakan Mahasiswa Islam Indoesia (PMII) Cabang Ponorogo pada tanggal 1-3 April 2019 kembali melakukan penggalian data terkait proses pembangunan PLTPB (pembangkit listrik tenaga panas bumi) di desa Ngebel Ponorogo. (FOTO: NUSANTARANEWS,COI/Istimewa)
– Pergerakan Mahasiswa Islam Indoesia (PMII) Cabang Ponorogo pada tanggal 1-3 April 2019 kembali melakukan penggalian data terkait proses pembangunan PLTPB (pembangkit listrik tenaga panas bumi) di desa Ngebel Ponorogo. (FOTO: NUSANTARANEWS,COI/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Ponorogo – Pergerakan Mahasiswa Islam Indoesia (PMII) Cabang Ponorogo pada tanggal 1-3 April 2019 kembali melakukan penggalian data terkait proses pembangunan PLTPB (pembangkit listrik tenaga panas bumi) di desa Ngebel Ponorogo. Penggalian data kali ini merupakan kelanjutan dari proses penggalian data sebelumnya untuk lebih memastikan kredibilitas dan kematangan informasi yang didapa sebelumnya.

Seperti yang telah diketahui bahwa proyek pembangunan geothermal (panas bumi) yang dilakukan oleh PT Bakrie Group di desa Ngebel ini telah berjalan kurang lebih satu setengah tahun. Sebenarnya tahap pengembangan energi panas bumi yang akan diolah menjadi energi listrik ini sudah berlangsung lama, sejak beberapa tahun sebelumnya. Namun baru pada tahun 2017 proses eksplorasi dilakukan.

Proyek geothermal ini sendiri sebenarnya berada di dua wilayah Kabupaten, yakni Kabupaten Ponorogo dan Madiun. Dari total tiga sumur yang akan di eksploitasi dua diantaranya berada di wilayah Kabupaten Madiun dan satu di Ponorogo. Dilansir dari data Kementrian ESDM bahwa diperkirakan listrik yang dihasilkan dari pembangunan pembangkit listrik ini sebesar 165 MW. Data tersebut sekaliagus mencatat bahwa listrik yang dihasilkan dari proyek ini merupakan terbesar di Jawa Timur.

Baca Juga:  Gerindra Jatim Beber Nama-Nama Calon Kepala Daerah Yang Diusung

Daya listrik yang sebesar itu memang akan banyak memberi manfaat bagi masyarakat jika benar-benar bisa dimaksimalkan. Tetapi tentu hal tersebut juga memberikan dampak negatif bagi ekosistem dan lingkungan sosial di sekitar proyek khusunya. Dari hasil riset yang dilakukan oleh Ahmad Afif Fahmi dari Istitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tercatat ada beberapa dampak yang dihasilkan oleh proyek ini baik dalam skala rendah, sedang dan tinggi. Diantaranya adalah dampak bagi kualitas air dan hidrologi, air tanah, kebisingan, ekologi, udara, perubahan iklim, limbah, geologi dan erosi, kontaminasi tanah, arkeologi dan warisan budaya, yang terakhir pada infrastruktur dan lalulintas.

“Berangkat dari hasil pengkajian riset yang dilakukan oleh Ahmad Afif tersebut PMII Cabang Ponorogo melakukan peninjauan langsung ke lokasi proyek. Namun karena untuk masuk ke lokasi dilarang oleh pihat PT akhirnya kami melakukan wawancara kepada beberapa tokoh setempat”, Ujar Ketua Cabang PMII Ponorogo yang sekaligus Koordinator tim, Erwan Dwi Wahyunanto.

“Kami melakukan wawancara kepada beberapa Sambong (bagian pengairan) di sekitaran lokasi proyek. Karena dari informasi yang kami terima masyarakat sekitar mengambil air dari sekitar lokasi proyek yang kini tengah dibangun dan sempat mengalami dampak dari proses pembangunan tersebut,” tambahnya.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Dari wawancara yang dilakukan, didapatkan informasi bahwa total ada tiga desa yang memanfaatkan air untuk kebutuhan sehari-hari dari sekitar lokasi. Ketiga desa tersebut adalah desa Ngebel, Ngrogung dan Sempu. Dengan total jumlah jiwa kurang lebih sekitar 3000 jiwa yang menggantungkan air disekitar lokasi. Baik melalui program pengairan WS LIC 2005 ataupun program pengairan swadaya. Ini artinya bahwa sumber mata air disekitar lokasi tersebut sangat penting bagi masyarakat disekitar.

Masyarakat sangat mengkhawatirkan dampak proyek tersebut bagi keberlangsungan mata air yang menjadi kebutuhan sehari-hari mereka tersebut. Kekhawatiran tersebut bukan tidak beralasan, mengingat dari hasil riset yang dilakukan bahwa proyek PLTPB tersebut memberikan dampak negatif dengan skala tinggi bagi kualitas air dan sumber mata air. Dampak negatif tersebut ialah kurangnya ketersediaan air bagi kebutuhan manusia dan ekologi, masuknya bahan kimia dan bahan bakar ke dalam aliran air setempat yang akan berbahaya jika dikonsumsi, meningkatnya kandungan mineral air yang juga berbahaya bagi manusia, serta perubahan aliran air  dan ketinggian air tanah.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Sejauh ini masyarakat belum mendapat keterangan soal itu baik dari pemerintah maupun dari pihak pengelola. Karena memang sejauh ini edukasi soal AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) dan penanganannya tidak dilakukan oleh pihak terkait. Mengingat bahwa air merupakan sumber utama kehidupan makhluk hidup hal ini jelas menjadi persoalan serius yang mesti dilakukan langkah penyelesaian baik oleh pihak pengelola ataupun oleh pemerintah.

“Selanjutnya kami akan melakukan koordinasi dengan beberapa pihak terkait persoalan tersebut agar segera mendapat jalan terang penyelesaian. Serta kami akan terus berupaya melakukan edukasi kepada masyarakat terkait dampak negatif dari proyek tersebut. Karena belajar dari beberapa proyek serupa yang justru membawa dampak bencana di masyarakat sekitar. Seperti yang terjadi di PLTPB Mataloko, Ulumbu, Gunung Slamet dan daerah-daerah lainnya. Selebihnya kami akan terus melakukan pengkajian yang mendalam soal dampak dari proyek tersebut dengan melibatkan banyak komunitas atau kelompok masyarakat. Kami dari PMII Ponorogo akan terus melakukan pendampingan di masyarakat”. Ujar Erwan. (mys/red/nn)

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,151