DIA ADALAH BAPAKKU
Dia adalah Bapakku
Yang kakinya busik terkena lumpur
Setiap hari dan tak mengenal sabun
Dia adalah Bapakku
Yang rambutnya putih beruban rata
Di usia muda, karena terlampau pusing
Memikirkan harga pupuk yang melangit
Dia adalah Bapakku
Yang menanam padi kualitas bagus
Namun hanya mampu makan beras raskin
Dan, dia adalah Bapakku
Yang mengenakan celana tanggung
Dan capingnya. Karena Bapakku adalah; petani sejati.
Jakarta, Desember 2016
*terinspirasi dari percakapan di novel ‘Jejak Langkah’ Pramoedya A. Toer
PETANI Vs MENTERI
Pak petani
Kau jangan mati, kalau kau mati
Siapa yang akan menyiapkan pangan untuk negeri?
Para menteri?
Tidak pak petani. Para menteri hanya
Bisa menggerogoti dan memperkaya diri.
Mereka hanya bisa korupsi
Pak petani
Kau jangan mati. Rakyat kecil
Tak terbiasa makan roti seperti kompeni.
Kami hanya makan nasi
Seperti yang di lakukan ibu pertiwi
Pak petani
Sungguh kau jangan mati.
Negeri ini butuh penanam padi. Meski
Negeri ini tak pernah menghargai jasa para petani.
Jakarta, Desember 2016
DI IBU KOTA NEGERIKU
Di Ibu kota negeriku
Mall-mall didirikan
Rumah kumuh di hancurkan, sperti di Bukit Duri dan Penjaringan
Di Ibu kota negeriku
Pemimpinnya tidak sopan
Orang asing di muliakan dan
Pribumi di singkirkan
Di Ibu kota negeriku
Lautnya di reklamasi
Menyiksa nelayan perlahan; lalu mereka mati
Daratannya juga bukan milik pribumi
Mereka hanya mengungsi di tanah
Kelahiran sendiri
Di Ibu kota negeriku
Sudah tidak ada keadilan
Hukumnya hanya permainan
Dari Ibu kotalah negeriku mulai di hancurkan
Luluh lantak, kembali menjadi jajahan
Jakarta, Desember 2016
Aji Sucipto, kelahiran Madiun, 30 Desember 1993. Tinggal di [email protected]. Tidak ada yang istimewa darinya.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].