Politik

Petahana Terkesan Ikut-ikutan Setiap Gagasan yang Dibuat Oposisi

pilpres 2019, kubu oposisi, kubu petahana, ide oposisi, ide petahana, nusantaranews, nusantara, nusantara news
Capres-cawapres 2019, Prabowo SUbianto-Sandiaga Uno vs Joko Widodo-Ma’ruf Amin. (dok. NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Meledaknya tagar 2019 ganti presiden (#2019GantiPresiden) membuat petahana kalang-kabut. Kubu petahana tampaknya tak pernah menduga tagar yang dibuat barisan oposisi itu mendapat animo besar masyarakat Indonesia.

Menurut survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Juli 2018, pamor Joko Widodo mampu dikalahkan kampanye #2019GantiPresiden. Bahkan dalam kurun waktu tiga bulan, LSI menemukan fakta bahwa #2019GantiPresiden semakin dikenal dari sebelumnya sudah mencapai 50,8 persen naik menjadi 60,5 persen.

Sekadar diketahui, tingkat popularitas #2019GantiPresiden terus menanjak dari bulan Mei 2018. Padahal, hastag itu baru berusia tiga bulan.

Tak hanya dikenal, kampanye #2019GantiPresiden juga semakin disukai dan diterima masyarakat luas. Survei membuktikan kesukaan responden terhadap kampanye hastag tersebut mengalami kenaikan dari semula 49,8 persen menjadi 54,4 persen.

“#2019GantiPresiden juga semakin disukai oleh publik yang telah mengenalnya, dari 49,8 persen (Mei 2018), paska Pilkada kini disukai 54,4 persen (Juli 2018),” ungkap LSI.

Semakin populernya #2019GantiPresiden membuat kubu petahana resah. Apalagi, #2019GantiPresiden belakangan berubah menjadi slogan, lagu, aksesoris hingga gerakan massa. Tujuannya hanya satu, 2019 mendatang Indonesia harus punya presiden baru.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

Kampanye cerdas dengan menggunakan #2019GantiPresiden lalu membuat kubu petahana mengambil sikap. Tak hanya membuat tagar tandingan, kafilah petahana juga melancarkan tindakan diskriminatif dengan cara membubarkan dan menghentikan deklarasi #2019GantiPresiden di sejumlah daerah. Celakanya, bukan hanya ormas tandingan yang dikerahkan, aparat keamanan pun diturunkan agar kampanye tagar tersebut dibekukan.

Ahmad Dhani, Neno Warisman, Sang Alang, Mardani Ali Sera dan sejumlah tokoh aktivis lainnya menjadi korban. Motifnya, tidak suka lantaran aktivis-aktivis tersebut mengkampanyekan #2019GantiPresiden. Begitu cara kepemimpinan Joko Widodo memahami dan memelihara demokrasi!

Setelah tagar #2019GantiPresiden, muncullah tagar-tagar tandingan seperti #2019TetapJokowi dan #Jokowi2Periode. Terlambat, tampaknya tagar pertama sudah lebih dulu akrab di telinga publik!

Dibreidelnya kampanye #2019GantiPresiden tak lantas membuat kubu oposisi patah arang. Pasca didaftarkannya pasangan capres-cawapres 10 Agustus 2018, tagline atau slogan baru kembali muncul. Ide kreatif ini bahkan muncul dari Sandiaga Uno berupa The Power of Emak-emak.

Slogan milik kubu oposisi ini viral dan tenar di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Kubu petahana kembali merasa terbakar untuk kedua kalinya. Dibuatlah gerakan emak-emak tandingan dengan membuang sedikit rasa malu lantaran menyontek ide kubu oposisi.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Untungnya, gerakan the power of emak-emak ini tidak disikapi dengan tindakan kekerasan dan kriminal oleh petahana. Namun, disampign membuat gerakan emak-emak tandingan, tak sedikit pula dari kubu petahana yang berkomentar sinis terhadap ide oposisi tersebut. Banyak mereka yang coba membandingkan gerakan the power of emak-emak dengan kiprah para pahlawan perempuan Ratu Kalinyamat, RA Kartini, Laksamana Malahayati dan lain-lain.

Tak hanya itu, ada pula sebagian yang membuat narasi opini bahwa gerakan emak-emak resisten bila diarahkan untuk kepentingan politik.

Dan terbaru, Kongres Wanita Indonesia (Kowani) mengkritik istilah the power of emak-emak. Kowani mengaku tidak mau disebut dengan istilah emak-emak, melainkan the power of ibu bangsa. (eda/bya)

Editor: Banyu Asqalani

Related Posts

1 of 3,165