Hukum

Petahana dan Penantang Tak Punya Konsep Jelas Bidang Penegakan Hukum

Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane. (Foto: Zool WNN)
Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane. (Foto: Zool WNN)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai debat perdana Capres 2019 (17/1/2019) sangat normatif dan tidak tidak menyentuh hal-hal esensial dalam bidang pembenahan hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.

“Dari debat ini terlihat, baik Jokowi sebagai petahana maupun Prabowo sebagai penantang tidak punya konsep yang jelas, terutama dalam penegakan supremasi hukum,” kata Neta dalam keterangan resmi, Jumat (18/1).

Baca Juga:

Menurur Neta, persoalan utama dalam penegakan supremasi hukum di negeri ini ada empat. Pertama, buruknya moralitas aparatur akibat tidak jelasnya reward and phunismen, sehingga sikap konsistensi aparatur lenyap, sikap diskriminasi berkembang pesat, tolok ukurnya selalu uang, mafia hukum tidak terkendali, lembaga pengawas tidak berfungsi, dan hukuman bagi aparatur yang brengsek tidak maksimal yang terjadi justru saling melindungi.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

“Artinya, perlu keberanian dari rejim yang berkuasa untuk memberikan sanksi yang berat bagi aparatur penegak hukum yang mempermainkan penegakan supremasi hukum, di antaranya menjatuhkan hukuman mati bagi aparatur yang mempermainkan hukum,” jelasnya.

Kedua, lanjut dia, gaji dan tunjangan harus menjadi perhatian serius pemerintah yang berkuasa, sehingga kesejahteraan aparatur negara, khususnya aparatur penegak hukum terjaga. Ketiga, fasilitas dan dana operasional aparatur sesuai dengan tuntutan kerja, agar aparatur penegak hukum tidak menegakkan hukum dengan melakukan pelanggaran hukum. Keempat, rejim yang berkuasa harus mendorong agar aparatur penegak hukum mampu membangun budaya kesadaran hukum di lingkungan kerjanya maupun dalam kehidupan masyarakat berbangsa. Keempat hal itu perlu dilakukan simultan dan terukur agar membuahkan hasil maksimal.

“Membangun penegakan supremasi hukum tidak bisa hanya dengan retorika, apalagi dengan retorika yang tidak jelas, tidak fokus, dan tidak terarah seperti yang ditampilkan Jokowi dan Prabowo pada Debat Pertama. Penegakan supremasi hukum memang harus bertahap tapi harus ada progres yang terarah menuju perbaikan dan bukan sekadar retorika, apalagi pencitraan,” kata Neta.

Baca Juga:  Terkait Tindak Premanisme terhadap Wartawan Cilacap, Oknum Dinas PSDA Disinyalir Terlibat

Ia pun berharap dalam debat selanjutnya, baik Jokowi mapun Prabowo berani mengatakan, “saya minta KPU mencatat janji janji saya, jika saya terpilih sebagai presiden dan saya tidak menepati janji janji kampanye dan janji di Debat ini, KPU bisa menggugat saya atau melakukan mosi tak percaya pada saya”.

Dengan begitu, sambung Neta, Debat Pilpres dan kampanye para capres tidak sekadar menembak awan, tapi ada tanggung jawab moral yang terukur bagi calon terpilih untuk mewujudkan janjinya dan KPU sebagai penyelenggara pilpres ada tanggung jawab moral pada pilpres yang diselenggarakannya.

“Jika pun capres terpilih tidak mewujudkan janji kampanyenya, ada penjelasan mengenai kendalanya, sehingga rakyat yang sudah mencatat janji kampanye capres tsb tidak merasa dibohongi. Terutama dalam hal penegakan hukum dimana Polri adalah garda terdepannya, para capres harus paham bahwa penegakan hukum adalah payung sebuah bangsa agar keteraturan sosial dan rasa keadilan publik terpelihara,” tandasnya.

Baca Juga:  Bagai Penculik Profesional, Sekelompok Oknum Polairud Bali Minta Tebusan 90 Juta

Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,161