Ekonomi

Pertumbuhan Energi Baru dan Terbarukan Kian Pesat di Negara Berkembang

Pertumbuhan energi baru dan terbarukan kian pesat di negara berkembang.
Pertumbuhan energi baru dan terbarukan kian pesat di negara berkembang/foto: energy.economictimes.indiatimes.com

NUSANTARANEWS.CO – Pertumbuhan energi baru dan terbarukan kian pesat di negara berkembang. Dewasa ini energi matahari dan energi angin memimpin pertumbuhan kapasitas energi baru dan terbarukan (EBT). Perkembangan positif ini menunjukkan bahwa keberpihakan atas energi bersih dan terbarukan sudah menjadi pilihan sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah energi, sekaligus masalah lingkungan dan perubahan iklim. Kabar menggembirakan datang dari negara-negara di kasawan Asia Pasifik, tercatat saat ini sudah menyumbang 17% penggunaan energi surya dunia dan menduduki posisi kedua setelah Uni Eropa. Sementara penambahan kapasitas energi angin terpasang di Asia-Pasifik sebesar 15,5 GW menjadi penambahan kapasitas tertinggi di dunia.

Menurut  International Energy Agency (IEA), antara 2010 dan 2030, biaya investasi untuk membangun infrastruktur kelistrikan di perkotaan rata-rata mencapai US$14 miliar per tahun. Namun investasi itu masih belum cukup. Masih ada 1 miliar penduduk yang tinggal di lokasi-lokasi terpencil di negara berkembang yang memerlukan akses atas energi. Diperlukan investasi tambahan sebesar US$ 48 miliar per tahun untuk memberikan akses yang merata ke energi terbarukan.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Saat ini, negara dengan kapasitas energi surya terpasang terbesar adalah Jerman (32,4 GW), Italia (16,4 GW), Amerika Serikat (7,2 GW) dan China (7 GW). Sementara energi angin terpasang dari China dan Amerika Serikat dengan kapasitas masing-masing sebesar 75,3 GW dan 60 GW.

Untuk energi angin dunia, kapasitas terpasang tetap dipegang oleh Uni Eropa yang menguasai 37,5% pangsa pasar dunia dengan kapasitas 106 GW. Saat ini energi angin menyumbang 11,4% dari total kapasitas energi terpasang di Uni Eropa.

Sementara Indonesia saat ini masih mengerjakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Pertama, mengejar ketertinggalan masalah sektor minyak dan gas bumi (migas) serta ketenagalistrikan. Kedua, mengejar target penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen dari total penggunaan energi pada 2025 mendatang.(Banyu)

Related Posts

1 of 3,051