Hukum

Persidangan RW 01 Tamansari, Pengara Terdakwa: Belum Ada Pemisahan Uang Kas

NUSANTARANEWS.CO – Dua minggu terakhir di Pengadilan Negeri Jakarta Barat sedang digelar sidang terhadap 4 orang terdakwah Pengurus Rukun Warga (RW) 01/7 Kelurahan Tamansari, Jakarta Barat, yaitu Widajarto Adiwono alias Pak Lim (83 tahun), mantan Ketua RW 01), Lay Kian Kiong alias Lay Omega (58 tahun), dan Tjong Jouw Tjong (57 tahun) dan Visser Evelyn Christina alias Evelyn (mantan Bendahara RW 01).

Kasus ini dilaporkan oleh Kartadinata Kartawidjaja (anggota LMK Kel. Tamansari) ke Polres Jakarta Barat pada Agustus 2015  dengan tuduhan penggelapan uang operasional (Op). Penanganan sempat mandeg hingga pada September 2016 Jaksa melakukan penahanan terhadap keempat tersangka.

Penahanan ini menyisakan tanda tanya karena pasal yang disangkakan adalah Pasal 372 dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun dimana pada umumnya polisi maupun jaksa melakukan penahanan bila ancaman hukuman 5 tahun atau lebih. Apalagi mengingat para tersangka semuanya sudah berusia lanjut dan jumlah kerugian yang disangkakan tidak signifikan.

Di pengadilan, keempatnya didakwa Jaksa melakukan penggelapan uang iuran warga dengan melakukan pengembalian uang Operasional (OP) periode 2010 s/d 2013 kepada para Ketua RT dengan dalih bahwa uang OP yang berasal dari Pemda DKI sudah habis (defisit) pada tahun 2013. Memang sejak tahun 2010 dana OP RT dipotong atau tidak diterima secara utuh oleh para Ketua RT. Dana OP RT yang menurut SK Gubernur DKI No. 1653 Tahun 2010 sebesar Rp 600 ribu per bulan untuk tiap RT hanya diberikan separuhnya atau sebesar Rp 300 ribu, sedangkan Rp.300 ribunya lagi tidak diketahui oleh pengurus RW di mana hal ini berlangsung hingga tahun 2013. Belakangan diketahui uang kas tersebut dideposito oleh Kartadinata.

Baca Juga:  Polres Pamekasan Sukses Kembalikan 15 Sepeda Motor Curian kepada Pemiliknya: Respons Cepat dalam Penanganan Kasus Curanmor

Sejak awal, uang kas dan deposito ini tidak pernah diketahui dan dilaporkan kepada para pengurus RW dan RT selama 6 tahun terhitung sejak 2007 sampai 2013.
Sayangnya dalam sidang pemeriksaan saksi Kartadinata dan Khek King, keduanya enggan bahkan menghindar untuk menjawab asal usul dana deposito. Seharusnya Jaksa bisa mengungkap dengan jelas kebenaran atas perkara ini, apakah dana OP RT sudah habis atau belum terpakai sama sekali yaitu dalam bentuk deposito.

Terdeteksi dan terbongkarnya deposito ini atas pernyataan salah satu nama yang ada direkening kas itu yakni Evelyn pada awal 2014 lalu. Sementara Kartawidjaja sebagai pelapor tidak pernah mengakui saat itu adanya deposito tersebut. Diduga kuat sumber dana adalah dari bagian yang dipotong dan disimpan yang seharusnya diberikan kepada RT & RW untuk menunjang operasional kelembagaan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban RT dan RW.

Sejak terkuaknya dana deposito di bank atas nama Kartadinata (tunggal), Pengurus RW 01 melakukan investigasi dan audit internal atas pengelolaan kas RW sejak tahun 2007 dan jabatan Evelin sebagai Bendahara digantikan oleh Ayauw dan Lay. Dari investigasi diperoleh hasil memang ada dana tersembunyi berupa deposito. Kemudian muncul usulan untuk mengembalikan dana OP periode 2010 s/d 2013 yang tidak diterima secara utuh oleh RT. Usulan ini dibahas dalam Rapat Pengurus RT dan RW tanggal 6 Mei 2015 dengan hasil rapat semua yang hadir setuju untuk menggunakan uang kas RW untuk pengembalian uang OP para RT.

Baca Juga:  Terkait Kasus Bimo Intimidasi Wartawan, Kabid Irba Dinas PSDA Cilacap Bantah Terlibat

Persetujuan ini diperkuat hasil rapat tgl. 10 Agustus 2015 di Kelurahan Tamansari dipimpin oleh Lurah (saat itu dijabat Agus Yusuf). Pengembalian uang OP inilah yang dipermasalahkan oleh Kartadinata dengan alasan uang OP telah habis terpakai. Padahal dalam BAP di kepolisian Evelin sebagai Bendahara secara tegas menyatakan bahwa uang hasil pemotongan uang OP belum dipergunakan untuk apa saja.

Meski telah diminta, namun Karta sampai November 2014 hanya mau mengalihkan atau memindahkan nama deposito tersebut kepada The Khek King selaku ketua RT 10 dan Budinata A selaku ketua RT 11, yang mana nama-nama itu tidak memiliki hak dan kewenangan untuk menyimpan uang kas RW yang didepositokan.

Bahkan dalam rapat di Kelurahan Tamansari itu telah menghasilkan kesepakatan bersama untuk mengembalikan uang operasional kepada Ketua RT, juga sesuai dengan kesepakatan pertemuan di Walikota, dan diperkuat tanda tangan persetujuan pengembalian uang operasional tertanggal 6 Mei 2015 oleh peserta rapat yang hadir.

Kesepakatan itu juga menghasilkan untuk pengembalian deposito yang ada di Bank Bumi Artha, A/N. The Khek King dan Budinata A, yang sebelumnya didepositokan di HSBC, bahwa deposito harus dikembalikan ke kas RW 01 paling lambat tanggal 14 Agustus 2015, namun saudara The Khek King tidak mau melakukan pencairan uang tersebut dengan berbagai alasan. Padahal, The Khek King dan Budinata sudah membuat surat pernyataan pada tanggal 17 April 2015 yang menyatakan bahwa deposito tersebut bukan milik mereka tapi milik kas RW 01 Tamansari.

Baca Juga:  Loloskan Ekspor Kepiting Berkarapas Kecil, Pengusaha dan Balai Karantina Ikan Diduga Kongkalikong

Diketahui bahwa uang operasional yang disuruh potong ke bendahara pada tahun 2010 sampai tahun 2013, setelah dikonfirmasi dengan pihak Walikota, Kecamatan, dan Kelurahan, maka uang operasional itu harus dikembalikan lagi ke semua RT.

Pengacara terdakwa, Agus Perandi Pasaribu, mengatakan bahwa sampai saat ini berdasar kesaksian para saksi memang belum pernah ada audit di internal. “Jadi belum pernah ada pemisahan uang kas,” terang Agus Perandi, kepada wartawan, Senin (17/10).

Oleh sebab itu, Agus Perandi menegaskan bahwa pihaknya sedari awal telah mempertanyakan perihal pemisahan kas yang dimaksud. “Makanya dari awal kita bilang yang dimaksud pemisahan kas itu apa? Ndak bisa secara subjektif bilang kas sudah berpisah, harusnya ada audit,” ujarnya.

Ketika ditanya wartawan apakah kelurahan terlibat atau tidak, Agus hanya menjawab, “kelurahan terlibat atau tidak itu bukan tidak penting. Konsep penggelapan kan jelas, barang sebagian atau seluruhnya punya orang lain iya kan, sekarang kalau ada kas dengan nilai sekian, saya mau tanya yang mana sebagian punya orang yang mana seluruhnya punya orang lain, karena kasnya satu, itu yang selama ini jadi masalah,” tandas Agus Perandi. (Anwar/Red-02)

Related Posts

No Content Available