EkonomiPolitik

Perppu Ormas Batasi Peran Buruh Pengaruhi Kebijakan Ekonomi

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) menilai keberadaan Perppu Ormas No. 2 Tahun 2017 membatasi peran buruh dalam mempengaruhi kebijakan ekonomi dan ancaman bagi demokrasi. Pasalnya, gerakan buruh sebagai bagian dari gerakan sosial selama ini telah tercatat melakukan pengawasan, kritik, dan protes ketika pemerintah mengambil langkah yang merugikan buruh sebagai penggerak ekonomi tersebut.

“Perppu Ormas menutup ruang-ruang serikat buruh untuk mengkritik dan berperan dalam kebijakan-kebijakan yang terkait dengan anggota-anggotanya,” tegas Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia Ilhamsyah saat dikonfirmasi redasi NusantaraNews.co, Selasa, 16 Agustus 2017.

Padahal, kata Ilhamsyah, sudah tidak terhitung kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik pemerintah, terutama di era Presiden Joko Widodo, yang merugikan kalangan buruh. Di antaranya adalah PP Pengupahan 78/2015 yang menurunkan daya beli secara drastis, pencabutan subsidi listrik, kebijakan Objek Vital Nasional, dan Kawasan Ekonomi Khusus yang menutup ruang demokrasi di pabrik-pabrik.

“Bahkan, rezim Joko Widodo tercatat pernah mengupayakan pemenjaraan terhadap 23 buruh, 2 pengacara LBH Jakarta, dan 1 orang mahasiswa akibat memprotes PP Pengupahan pada 30 Oktober 2015. Namun, pengadilan memutuskan vonis bebas pada November 2016,” ungkap Ilhamsyah.

Baca Juga:  Fraksi Karya Kebangkitan Nasional DPRD Nunukan Minta Pemerintah Perkuat Insfratrukrur di Pedalaman

Ia menyatakan, KPBI melihat keluarnya Perppu Ormas berkaitan erat dengan kebijakan ekonomi Pemerintahan Joko Widodo. Pemerintahan ini mengutamakan investasi dengan berbagai cara demi pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Kebijakan tangan besi anti-kritik dipilih demi pertumbuhan investasi. Indonesia seolah ingin menjadi primadona bagi modal yang tidak bisa lagi mengandalkan ekonomi Eropa dan Amerika Serikat yang tak kunjung membaik secara signifikan.

“Pemerintah mati-matian ingin melompat peringkat dari 91 menjadi 40 kemudahan berbisnis (ease of doing business). Padahal, indeks dengan 10 ukuran yang diciptakan Bank Dunia tersebut berorientasi pada laba pengusaha,” katanya.

Ditambahkan Ilhamsyah, tindakan represif semakin menjadi-jadi terlebih setelah belakangan, pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDB Indonesia sudah meleset dari target pemerintah. Pada triwulan I, pertumbuhan ekonomi secara total itu tumbuh baru 5,01 persen dan angka itu kembali diulang pada triwulan II 2018. Sementara, target pemerintah setidaknya 5,1 persen berdasarkan asumsi makro APBN 2017.  Padahal, pertumbuhan PDB tidak serta-merta menjadi ukuran mengentaskan kemiskinan.

Baca Juga:  Ratusan Nelayan Tlocor Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah di Pilgub, Galang: Bukti Sejahterakan Nelayan

“Sayangnya, pemerintah terus menerus menggenjot investasi untuk menuju ke arah sana. Semakin jelas arah pembangunan pemerintah yang gencar memaksakan mega projek infrastruktur dengan mengandalkan hutang luar negeri yang tembus mencapai angka 3700 Triliun hanyalah semata-mata untuk kepentingan para investor bukan untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Ilhamsyah.

Baca berita-berita atau artikel lainnya terkait BURUH dan PERPPU ORMAS.

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 78