Ekonomi

Pernyataan Sikap Korsu Energi Minerba BEM SI Menolak Kontrak Blok Corridor

Dinilai Langgar Konstitusi Direktur Indonesia Resources Studies Marwan Batubara Minta Kontrak Blok Corridor dengan ConocoPhillips Dibatalkan. (Foto Dok. Reuters)
Pernyataan Sikap Korsu Energi Minerba BEM SI Menolak Kontrak Blok Corridor. (Foto Dok. Reuters)

NUSANTARANEWS.CO – Perpanjangan kontrak 20 tahun pengelolaan Blok Corridor yang berada di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan telah ditetapkan Kementrian ESDM kepada ConocoPhillips sebagai operator eksisting pada tanggal 22 Juli 2019 lalu di kantor Kementrian ESDM, Jl. M.H Thamrin, Jakarta. Keputusan penambahan kontrak tersebut melanggar Permen (Peraturan Menteri) ESDM No 15 Tahun 2015 setelah Permen ESDM No 23 Tahun 2018 dibatalkan oleh hasil gugatan FSPPB ke Mahkamah Agung, maka itu sama saja Menteri ESDM melanggar aturan yang dibuatnya sendiri. Karena, Permen ESDM No 15 tahun 2015 menjadi pedoman sejak Permen ESDM No 23 tahun 2018 dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Pada dasarnya pejabat-pejabat yang mengambil keputusan tersebut tidak paham maksud dari amanat pasal 33 UUD 1945, di mana negara melalui Pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi sumbar daya alam milik negara. Khusus untuk pengelolaan, penguasaan negara dijalankan pemerintah melalui BUMN. Jika pemerintah patuh pada konstitusi, maka tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan pengelolaan WK migas yang KKS-nya berakhir kepada BUMN.

Baca Juga:  Pemerintah Desa Pragaan Daya Salurkan BLT DD Tahap Pertama untuk Tanggulangi Kemiskinan

Baca Juga: KPK Didesak Awasi Menteri ESDM Soal Penyalahgunaan Wewenang Kasus Blok Corridor

Blok Corridor merupakan blok gas terbesar ketiga di Indonesia setelah Proyek Tangguh dan Blok Mahakam. Blok Corridor ini juga merupakan salah satu tulang punggung penyuplai gas untuk industri dan listrik, termasuk untuk ekspor. Blok migas yang berada di Sumatera Selatan itu dinilai sangat vital bagi Pertamina, terutama untuk integrasi dengan Blok Rokan dan Kilang Dumai.

Bila berkaca dari kasus Blok Rokan dan Kilang Dumai pada 2018 lalu memiliki pola permasalahan yang hampir sama, yaitu Chevron yang notabenenya sebagai perusahaan Amerika Serikat meminta perpanjangan masa setelah kontraknya akan habis pada 2021 nanti. Namun, pemerintah Indonesia mempercayai PT Pertamina (persero) untuk mengelola blok yang memiliki luas 6.220 kilometer itu. Sama halnya juga dengan kasus Freeport yang notabenenya lebih rumit dari kasus Blok Corridor ini.

Tapi, kenapa pemerintah Indonesia justru tidak memberikan kepercayaan kembali ke Pertamina dalam pengelolaaan Blok Corridor?

Baca Juga:  Bupati Nunukan Serahkan Bantuan Sosial Sembako

Selain itu, Dwi Soetjipto Kepala SKK Migas sebagai mantan Dirut Pertamina yang seharusnya paham bisnis migas dan kondisi internal Pertamina tidak berpihak kepada Pertamina. Nicke Widyawati selaku Direktur Utama Pertamina juga terkesan tidak berani bertarung memperebutkan Blok Corriodor untuk menjadi milik Pertamina. Melihat kinerja Direktur Utama dan Kepala SKK Migas yang tidak berusaha keras memperjuangkan pengambilalihan Blok Corridor 100 persen Pertamina, justru menimbulkan pertanyaan, “Ada apa sebenarnya di balik ini semua?”

Ini menunjukkan bahwa negara, yakni Pemerintah Republik Indonesia tidak serius meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi nasional. Terbukti dengan adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan keputusan terhadap penandatanganan perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Corridor kepada ConocoPhillips.

Dengan adanya kebijakan pemerintah yang melanggar aturan soal perpanjangan kontrak Blok Corridor, BEM UNRI selaku Koordinator Isu Energi Minerba BEM SI mengeluarkan pernyataan sikap sebagai berikut:

  1. Menolak tindak lanjut dari keputusan perpanjangan kontrak kerja sama dengan Wilker Blok Corridor kepada ConocoPhillips dan memberikan 100% hak pengelolaannya kepada PT. Pertamina.
  2. Menolak segala bentuk kebijakan dan penyaluran kerja sama dengan investor perusahaan migas asing.
  3. Menuntut Pertamina bertindak tegas terhadap kebijakan pemerintah dalam hal ini SKK Migas yang tidak pro terhadap ketahanan dan kedaulatan energi.
  4. Memaksa KPK mengusut dan melakukan investigasi serta mengaudit atas keputusan penambahan kontrak tersebut.
  5. Menuntut Presiden RI untuk segera membatalkan keputusan penambahan kontrak 20 tahun ke ConocoPhillips, selaku pemegang kebijakan tertinggi, keputusan itu batal demi hukum, karena bertentangan dengan Permen ESDM no 15 tahun 2015
  6. Mendesak DPR RI untuk menjalankan fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah termasuk kebijakan yang diambil.
Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Sebelumnya, Kajian Strategis terkait keputusan Pemerintah tentang perpanjangan kontrak Blok Corridor dapat di akses melalui link berikut: LINK : bit.ly/KAJIANBLOKCORRIDOR

Tertanda:
Koordinator Isu Energi Minerba BEM SI
Syafrul Ardi

Related Posts

1 of 3,049