Politik

Perkuat Fungsi Pemeriksaan, DPR Anggap Anggaran BPK Perlu Ditingkatkan

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Komisi XI DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Sekjen Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kemarin Kamis (14/9/2017). RDP tersebut terkait rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga Negara RAPBN 2018. Total anggaran yang diajukan oleh BPK sebesar 2,8 Triliun.

Anggota DPR Komisi XI Mukhamad Misbakhun, menanggapi paparan Sekjen BPK mengenai apa yang ingin dicapai, apa yang sudah dilaporkan terkait rencana anggaran lembaga 2018. Misbakhun mengaku bisa mengerti dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi kesulitan dan hambatan yang dialami BPK.

Menurut dia, ada 500 lebih Kabupaten/Kota, ditambah propinsi, kemudian ada Kementerian/Lembaga Negara yang jumlahnya ratusan, belum lagi ratusan BUMN yang harus diaudit oleh BPK, dan ini membutuhkan sebuah konsolidasi organisasi yang harus kuat di BPK.

“Anggaran 2,8 triliun itu tidak mencukupi untuk memperkuat kerja BPK. Karena itu, konsolidasi organisasi tentunya yang paling utama ya untuk menggerakkan organisasi anggaran,” ujar Misbakhun dalam pesan tertulisnya kepada Nusantaranews, Jumat (15/9/2017).

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Gus Fawait: Bukti Pemimpin Pilhan Rakyat

Misbakhun melihat ada sedikit ketidaksinkronan ketika tugas pengawasan dan ekspektasi publik terhadap BPK, tapi anggaran cenderung menurun dibanding tahun sebelumnya. Menurutnya, ini tentunya menjadi tantangan sendiri yang membutuhkan kreatifitas.

“Dan mau tidak mau, kalau pemerintah ingin memiliki akuntabilitas yang baik, seharusnya dukungan kita ya ke BPK sebagai check and balances,” ungkapnya.

Sebab, menurutnya, salah satu lembaga yang ada di dalam Konsitusi (UUD 1945) kita dengan tugas dan kewenangan yang jelas dan strukturnya ada di kelembagaan yang kedudukannya sama dengan DPR, ya BPK. Tapi, nasib BPK dan DPR hampir sama, ketika meminta anggaran sedikit yang ribut media massa. Karena apa? BPK dengan fasilitas terbatas namun fungsinya sangat jelas.

Ditegaskan Misbakhun, keberadaan BPK sudah diatur didalam UU No 15 Tahun 2006.  Walaupun dirinya melihat kalau UU 15/2006 relevansi dan tantangannya perlu diamandemen kembali sesuai perkembangan jaman yang banyak tantangan.

“UU 15/2006 yang sudah berlaku 10 tahun ini harus diamandemen supaya tanggung jawab BPK diperkuat kembali,” katanya.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Dimungkinkan Akan Menjadi 7 Fraksi

Menurut politisi Golkar itu, kalau kita  ingin melakukan sinergi dalam rangka mengoptimalisasi fungsi pengawasan DPR, BPK harus diperkuat. Caranya dengan menaikkan anggaran, sehingga kita bisa membuka dengan baik lembaran-lembaran negara di Kementerian/Lembaga Negara, Kabupaten/Kota. Dengan anggaran yang memadai, lanjutnya, akan sangat mendukung kerja mereka.

Mantan pegawai pajak ini menegaskan, keberpihakan DPR arahnya harus ke sana. Dari situ kita tahu dari hasil audit yang dikirimkan BPK tiap tahun mengenai penyelenggaraan akuntabilitas APBN.

“Sinergi antar lembaga harus makin diperkuat. Dengan cara apa? DPR diperkuat dengan feeding data dari BPK. Supaya politik pengawasan kita didasarkan dengan basis data yang kuat dari hasil audit BPK,” tutur dia.

Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 50