NUSANTARANEWS.CO – Ketua Generasi Penerus Angkatan 1945 (GPA45) Pandji R Hadinoto menandai kinerja suatu pemerintahan hanya dengan tiga hal. Pemerintaha didisi disebutnya sebagai Kinerja Politik Rezim (KPR).
“Kinerja Politik Rezim (KPR) sebenarnya kini dapat diukur antara lain oleh (1) Kadar Kehormatan berkomitmen terhadap pengamalan Jatidiri Paripurna Nawa Pusaka Bangsa Indonesia, (2) Indeks Kebahagiaan Bangsa Indonesia, dan (3) Peringkat Kebahagiaan Nasional Bruto,” papar Pandji di Jakarta, Minggu (27/11).
Disamping itu, kata Panjdi, peristiwa-peristiwa Pergantian Politik Rezim di Indonesia sesungguhnya cerminan kiprah KPR dimaksud diatas sebagai dinamika kenegaraan yang wajar terjadi. Sebut saja sejak rezim RIS 1949, rezim UUDS 1950, rezim Kembali Ke UUD 1945, rezim Orde Lama ke Orde Baru 1966, rezim Orde Baru ke Orde Reformasi 1998.
“Semuanya tidak pernah disebut sebagai peristiwa MAKAR,” tegasnya.
Lebih ia menyatakan, “demikian pula setelah hampir 2 (dua) dekade berkiprahnya UUD Reformasi (Risalah Paripurna MPRRI 1999-2002 yang terdaftar jadi LNRI 11-14 tahun 2006) yang berKPR jauh menyimpangi amanat Pembukaan UUD 1945 sehingga kasat mata kontroversial dan kontraproduktif semisal terhadap ideologi negara Pancasila, adalah wajar saja diaspirasikan publik kini untuk dikoreksi”.
Menurut Pandji, koreksi yang mengerucut kini adalah kembali refungsikan UUD 1945 per Berita Repoeblik Indonesia Tahun II, 1946 jo Lembaran Negara Republik Indonesia No 75 tahun 1959 plus Adendum-adendum yang dibutuhkan untuk menjawab ancaman, hambatan, gangguan, tantangan bernegara masa kini dan esok.
“Kalau disimak dengan cerdas, maka MAKAR Konstitusi (soft coup d’etat) sebetulnya telah terjadi di tahun 1999-2002 karena Risalah-risalah Paripurna MPRRI tersebut meniadakan keberadaan Pembukaan UUD 1945 per LNRI 11-14 / 2006, sehingga Amandemen 1999-2002 di-sebut2 kebablasan,” katanya.
Sebagai negara hukum, Pandji menadaskan, wajarlah kalau anak bangsa Indonesia sebagai pemilik negeri kini beraspirasi agar dilakukan pembentukan politik hukum nasional baru berupa penyegaran konstitusional guna perbaikan Politik Kehormatan/Kebahagiaan Publik Indonesia.