Cinta rasa jeruk
Biarkan malam ini gelap.
Tiada guna cahaya di dalam kotak kardus
Karena diantara bau asbak kayu hangus;
Kabel rantas dimakan tikus dan semut
Hitam yang merubung kita adalah ayat
Yang bicara tentang ketidakmungkinan
Dan cinta rasa jeruk.
Di bilik ini kita akan saling telanjang
Menghitung putung-putung rokok
Dengan kasih sayang. Lihat, kasih,
Betapa malangnya kita yang mati sepi
Dibelai sarung koyak, tangis papa-mama,
Jumlah like dan share facebook
Lalu kita berkata, “amin”.
“kau bahagia kasih?”
Ya, ya, sudah pasti demikian adanya.
Karena kau selalu ada, dalam cinta rasa jeruk
Dan ilusiku saja.
Roxy, 2016
Perempuan malam adalah tamu
Di sana ada perempuan malam yang kau kenali tubuhnya
Ia setia mengetuk pintumu setelah malam dibunyikan
Seperti desir-desir ombak yang patuh kembali ke laut
Ia tak akan pulang sebelum kau nyalakan lilin,
mengecup keningnya dan mengantarnya kembali
ke depan pintu. Jika tidak, ia akan membawamu
pada mati sunyi.
Kesendiriannya menarik tanganmu masuk ke biliknya
Ia masih sangat hijau dan ranum seperti istrimu dulu
Di wajahnya yang segar, istrimu seperti hidup kembali
Memintamu mengutuk kematian yang datang
terlalu cepat. Atau mengutuk bebauan cinta usai
pasar malam yang disimpan di dalam kantung plastik
Di tiap canda joroknya, kenanganmu dihidupkan
Seperti mantan kekasih yang terlewat, terlupakan
dan digambar dalam karya lukisan paling erotis
sepanjang sejarah. Seperti nomor telepon
yang kau samarkan agar tetap berdebar sebagai lelaki
Perempuan malam adalah tamu. Maka bukakan pintu
lalu tersenyumlah seperti malam sebelumnya
kau menyadari istrimu melancong ke langit
dan lupa cara kembali
Perempuan malam adalah rasa mual yang menusuk
seusai mabuk. Ia mengajarimu arti setia pada kenangan
dan memelihara sakit kehilangan tetap tumbuh
Ia juga setia membocorkan kenangan
hingga cahayanya membuatmu kehilangan esok
tapi mendatangkan esok yang lain bersamanya
Perempuan malam adalah tamu, maka bukakan pintu
Biarkan ia masuk sebagai kekasih dari basah kenang
yang ingin kau lupakan
Roxy, 2016
Jam Malam
1.
sampang adalah pelajaran bersabar
pohon-pohon doyong-condong
menyerupai nasib, perburuan
ini musim baik,
nyanyi-nyanyi sepulang bertani
muda-mudi bersembunyi
di kutang dan belajar kelembutan
menerjemahkan tiap lengkung
dan wangi rempah dapur, tapi:
kematian hanya sekali
harga diri berkali-kali
2.
rasa marah adalah batu kali
dialiri sengau, dedaun jatuh
dan hujan matahari
membuat mataku pecah, dadaku retak
dendam tumpah di batu asah
3.
kasih, dengarlah tiap denting baja
yang menemui takdirnya
dibersihkan dari karat untuk pesta
malam jahanam
kematian itu suci, kematian itu mesti
4.
menyeruput sisa malam
sebelum pagi diingat sejenak lalu dilupakan
cintaku hangat di kopimu, sayangku
rompi hitam yang menyembunyikan bulu dadaku
seperti caramu membuatku mabuk
dan mengingat tubuhmu adalah huma singgah
5.
seusai darah adalah diam lumut
obrolan kasak-kusuk di kedai kopi
cuma waktu yang berputar patuh
sampang, bila jam malam adalah waktuku
kenang aku di pantaimu yang sabar
gambar darahku di tiap tidur putih
dari tiap luka jantung yang koyak
di sana aku pernah mati, tapi
hidup berkali-kali
Sampang, 2015
Citra D. Vresti Trisna, lahir di Surabaya. Bekerja sebagai jurnalis. Aktif berproses di komunitas menulis Sanggar Pasar Kue Senen.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].