Budaya / SeniPuisi

Percakapan Antara Ngadalin dan Maizon di Beranda Laut

Dialog Terbalik Lukisan Heri Dono. (FOTO: Istimewa)
Dialog Terbalik Lukisan Heri Dono. (FOTO: Istimewa)

Puisi Rahmat Akbar

DIALOG ANTARA NGADALIN DAN MAIZON

Memang lucu Negeri ini
Ketika Ngadalin tampil di layar televisi
Membela dengan sepenuh hati
Atas kebijakan yang dilakukan pemimpin Negeri

Ngadalin sering buat pernyataan sendiri
Memancing amarah kaum oposisi
Padahal dahulu anti pemerintah Bujowi
Setelah diberi jabatan lansung luluh hati

Ngadalin memang suka ngadalin
Orang-orang dibuat terjebak dalam drama idealis
Baginya musuh terberat adalah rezim oposisi
Itu semua sangat jelas terlukis
Terlebih ketika peristiwa Nanonano dijadikan bahan diskusi

Sementara Maizon melawan dengan sepenuh hati
Kenapa harus ada persekusi
Semua orang berhat untuk demokrasi
Karena Negeri ini, bukan milik kita sendiri

Maizon menentang kebijakan
Dengan alasan yang dapat dipertahankan
Ini adalah era demokrasi
Tapi mengapa harus dibatasi, berpendapat secara pribadi

Dialog Ngadalin dan Maizon jadi tontonan
Alangkah lucunya Negeri ini

Kotabaru, Agustus 2018

PESAN PADA WAKIL

Akan aku kabarkan sepotong pesan, kawan
Sebut saja dia wakil
Tentang orang buta dan tuli
Mata dan telinganya hanya menjadi saksi

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Akan aku kabarkan sehelai surat, kawan
Pada perut-perut budak birahi
Menjilat hasil negeri
Tidak punya penerang hati

Akan aku sampaikan, kawan
Pada mereka yang duduk di kursi
Bahwa kita akan selalu melawan
Pada penghianat negeri

Kotabaru, 10 November 2017

DI BERANDA LAUT

Di beranda laut telah tersemai buir-bulir harapan
Di antara gemericik ombak menghempas lelap ditelan bayang
Cuaca bernyanyi dengan kilatan perjanjian
Tentang riuh ruh yang bisa melayang

Dan di beranda-Mu telah kusaksikan
Kapal penarik, perengge, pegae, pejala, penggondrong, pengges selalu datang
Dimana kita akan turun ke daratan
Untuk rehat sejenak melanjutkan perjuangan

Di keheningan malam
Izinkanlah aku menikmati beranda laut-Mu
Walau kadang dua bening mataku sudah layu sayu
Hanya untuk tungku yang menghidupkan raga merayu

Kotabaru (Kalsel), 19 Maret 2018

Rahmat Akbar, kelahiran Kotabaru 04 Juli 1993 tepatnya di Kalimantan Selatan. Alamat tinggal Jalan Hasanuddin Rt. 06 Kelurahan Kotabaru Hilir. Puisinya (menggisi media Tribun Bali, Media Kalimantan, Koran Merapi), puisinya “Hitammu Di Tanahku” antologi puisi ASKS Ke 13 KALSEL 2016, puisinya di antologi “ Gemuruh1001 Kuda Padang Sabana, antologi puisi “ Empat Ekor Belatung Bersarang di Ubun-Ubunku, antologi puisi “Tadarus Puisi Kalsel 2017”, antologi puisi ASKS ke 14 KALSEL 2017, antologi puisi “Puputan Melawan Korupsi” Bali, antologi puisi “Hutan Hujan Tropis”, antologi puisi “Indonesia Lucu Jilid VI 2018, dll. Sekarang bekerja sebagai guru Bahasa Indonesia di SMA Garuda Kotabaru dan aktiv tergabung di komunitas Taman Sastra SMA Garuda Kotabaru. Akbar bisa disapa melalui email [email protected], fb: Kai.akbar

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 3,252