Politik

Perang Diksi, Fakta Politik Minus Substansi

Politik Perang Diksi (Ilustrasi Dok. Nusantaranews)
Politik Perang Diksi (Ilustrasi Dok. Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaTema line politik nasional sejauh ini masih digaduhkan perang diksi. Antara Sontoloyo, Genderuwo dan Tampang Boyolali. Penggunaan komunikasi politik Sontoloyo dan Genderuwo membuktikan bahwa politik hari ini minus substansi.

Sebagai perbandingan, pengamat politik Ujang Komarudin menjelaskan semestinya kalau belajar dari negara negara yang sudah mapan secara demokrasi, aspek yang ditonjolkan oleh para calon kepala negara adalah publikasi program.

“Misal program kesehatan kami begini. Kelebihanya begini dan kekurangannya begini, silahkan kritik. Silahkan dibedah visi misi program itu di tempat kampanye,” kata dia, Minggu (18/11/2018).

Bukan sebaliknya hanya perang diksi yang miskin subtansi. Artinya, Ujang melihat sekarang ini, masih ada ruang kosong dimana politik subtansi belum muncul.

Dirinya menjelaskan, terlontarkannya diksi Sontoloyo dan Genderuwo dari Jokowi dinilai tak lepas dari derasnya hujan kritik dari pihak oposisi.

“Jadi menurut saya pribadi, sejatinya ketika siapapun yang mengkritik, setajam apapun dan sekeras apapun, balas dengan kinerja-kinerja yang baik,” tegasnya.

Baca Juga:  Ketum Gernas GNPP Anton Charliyan Ikut Hadir Deklarasi Ribuan Purn TNI-Polri Dukung Prabowo Gibran di Bandung

Baca Juga:
PDIP Dikhawatirkan Pecah-belah Jika Megawati Mundur
Efek Fatal Dari Politik Playing Victim Adalah Kekalahan
Mengapa PDIP Berlindung di Balik Politik Playing Victim?

Sebagai sosok incumben, sudah barang tentu kinerja yang telah dilakukan selama ini menjadi tolak ukur. Baik itu kinerja di sektor ekonomi, politik, hankam dan hukum semua akan menjadi sorotan oleh pihak oposisi.

“Jadi ketika dikritik oposisi atau kubu penantang, maka kadang kadang kritikan ini yang membuat gerah. Yang membuat seolah olah kritikan itu fitnah, seoalah olah kritikan itu dianggap membusuk busuki. Padahal sejatinya dalam demokrasi, ketika ada kritikan, cukup dengan balas saja dengan sesuatu kinerja yang baik,” ungkapnya.

Di Amerika lanjut dia, sekencang apapun pertarungannya. Sekencang apapun perdebatannya dan sekencang apapun permusuhannya, elit politik tidak akan pernah menghinakan. “Ya masih berdemokrasi dalam koridor di tataran sehat. Kita kan tidak. Sedikit sedikit dikerjain. Sehingga orang males melakukan demokrasi,” terangnya.

Baca Juga:  Jatim Menang Telak, Khofifah Ucapkan Selamat ke Prabowo Menang Pilpres

Karena kita mengikuti sistem demokrasi Amerika, maka kata Ujang, hal hal positif pada demokrasi di Amerika harusnya ditiru. Tapi butuh waktu. Sebab, pendidikan di masyarakat Amerika sudah sangat bagus. Secara ekonomi juga income per kapita masyarakat Amerika juga bagus.

“Jadi berdemokrasinya pun bagus. Nah di kita ini tidak. Secara pendidikan di kita ini, mohon maaf masih kurang, secara ekonomi juga kita masih banyak yang miskin. Sehingga berdampak juga kepada demokrasinya,” terangnya.

Pewarta: Romadhon
Editor: Alya Karen

Related Posts

1 of 3,082