Perahu, Rantau, Senja di Pojok Rumahmu

Perahu karya Zaini (1974). Lukisan/Foto: Dok. Galeri Nasional

Perahu karya Zaini (1974). Lukisan/Foto: Dok. Galeri Nasional

Puisi Azizi Sulung

Malamku Bertanya

suatu kali
malam mencegat kepergianku menuju rumahmu
sembari ia bertanya:
“mengapa kau terima kehadiranku,
bukankah seluruh perempuan itu pengkhianat sebagaimana kau tahu?”
aku bukanlah azroil yang terlanjur setia pada kematian
atau yusuf yang nyaris kehilangan arah
saat zulaikha merengkuhnya dengan sebuah busur panah

“lalu, apa guna kehadiranku?”
engkau serupa ismail yang memercikkan air zamzam dalam kepongahanku
atau seumpama bilkis yang membebaskan sulaiman dari segala ragu dan ambigu

“apakah kau akan bahagia dengan kehadiranku?”
aku akan belajar menerima kenyataan dari ketegaran zakaria
sesekali aku akan mendatangi perahu nuh
untuk sekadar mengaji hati dan hakikat cinta yang suci.

Rumah Belimbing, 2017

Rantau
:faiqurrahman

bibir ini tak pernah berkesudahan merapal doa
memanjangkan jarak menuju rentang kemungkinan-kemungkinan

perjalanan ini sungguh menyakitkan
karena hakikatnya kita terusir
menuju perantauan

aroma sedap kampung halaman
berhembus diantar angin jalang
tembang sumbang rindu kampung halam
selamanya akan senantiasa kita senandungkan.

Rumah Belimbing, 2017

Senja di Pojok Rumahmu

ada yang terhalang langit jingga
rindu yang terlipat di daun jendela
kau mengusirnya dengan diam seribu bahasa

ada rembulan jatuh di kejauhan
memaksa jasadku menjelma malam
aku menunggunya sebagai purnama
hingga seluruhku sempurna berwujud gerhana

ada yang tersisa di senja itu
senyummu yang tersirat
menjadi langit sebagai atap
sekaligus bumi yang selamanya akan kupijak.

Rumah Belimbing, 2017

Perahu

perahu itu terus terdayung
permukaan laut tampak memburam
tangan keriput itu menggenggam
: setangkup nasib dan pengharapan

perahu itu lebih jauh lagi terdayung
menuju permukaan laut yang kian memburam
tangan keriput itu lebih geram menggenggam
: mempertaruhkan takdir dan dendam.

Rumah Belimbing, 2017

Kembali

selalu kubilang:
pulanglah ke asal
sebelum menyesal

selalu kukatakan:
tinggalkan kenangan
masuklah ke ambang

selalu kuingatkan:
kembalilah ke diri
sebelum kembali pada ilahi.

Rumah Belimbing, 2017

Azizi Sulung, lahir di Sumenep, 07-07-1994. Santri Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura. Kumpulan Puisinya yang telah terbit, Accident: Malapetaka Terencana, Simposium, Solitude, Luka-Luka Bangsa, dan Rampai Luka.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com

Exit mobile version