Penyusunan RUU Penyelenggaraan Pemilu: Proses Pembahasan yang Terbuka dan Partisipatif

Kader Partai Rebut Posisi Jelang Pemilu 2019/Ilustrasi SelArt/Nusantaranews

Kader Partai Rebut Posisi Jelang Pemilu 2019/Ilustrasi SelArt/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – DPR dan Pemerintah sudah mulai membahas RUU Penyelenggaraan Pemilu. Sebagai fondasi hukum untuk penyelenggaraan Pemilu 2019 yang akan dilaksanakan secara serentak untuk pertama kali, maka tantangan dalam menyusun RUU ini tentu saja tidak entang. Apalagi, ditengah banyaknya isu dan persoalan yang mesti dituntaskan di dalam menyusun RUU ini, para pembentuk undang-undang dihadapkan pada sisa waktu pembahasan yang sangat singkat.

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Penyelenggaraan Pemilu menyatakan sikap, jika merujuk pengalaman Pemilu 2014, dan merujuk ketentuan yang disusun oleh Pemerintah di dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu yang sedang dibahas, tahapan Pemilu 2019 mesti sudah dimulai pada Juni 2017. Keharusan ini berangkat dari adanya ketentuan bahwa tahapan pemilu selambat-lambatnya dimulai 22 bulan sebelum hari pemungutan suara.

“Hitungan waktu ini dikedepankan dengan asumsi bahwa pemungutan suara Pemilu 2019 akan dilaksanakan pada bulan April 2019, bulan yang sama dengan pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2014,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (23/12).

Oleh sebab itu, pembentuk undang-undang mesti punya strategi yang jitu dan skala prioritas yang terukur untuk bisa menyelesaikan RUU Penyelenggaraan Pemilu ini tepat waktu. Keharusan untuk menyelesaiakan RUU di dalam waktu yang cepat, tentu juga bukan menjadi alasan hasil RUU Penyelenggaraan Pemilu menjadi cacat substansi.

“Jika itu yang terjadi, maka bencana besar sedang konsolidasi demokrasi Indonesia dalam menuju pemilu serentak. Berangkat dari kondisi ini, pembentuk undang-undang mesti realistis,” terangnya.

Pendekatan pembahasan mesti dimulai dengan penyesuaian ketentuan sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Pemilu yang akan dilaksanakan serentak. Kemudian, proses pembahasan juga mesti berpijak pada seluruh poin evaluasi pengalaman Pemilu 2014 dan Pilkada 2015.

Terakhir, tambahnya, hal yang paling penting dan menjadi alasan utama dilaksanakannya konsolidasi masyarakat sipil ini adalah meminta keterbukaan proses pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu oleh pembentuk undang-undang.

“Kami dari koalisi masyarakat sipil berkomitmen akan mengawal proses pembahasan ini dari awal hingga tuntas. Selain itu, Kami juga akan senantiasa memberikan masukan dan rekomendasi dari sekian isu yang akan dibahas di dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu ini,” tandasnya. (ris/red-02)

Exit mobile version