Berita UtamaInspirasi

Penyelenggara Negara Harus Mengimplementasikan Pancasila

NUSANTARANEWS.CO – Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Universitas Pancasila, Siswono Yudo Husodo mengatakan bangsa Indonesia memerlukan langkah yang tepat dan berani untuk menyegarkan dan merevitalisasi implementasi Pancasila pada penyelenggaraan negara dan pada keseharian kehidupan masyarakat. Sebab, Pancasila adalah filsafat negara yang berorientasi ke masa depan, mampu menampung kemajemukan masyarakat dan akomodatif terhadap dinamika perubahan.

Pancasila sebagaimana ideologi manapun didunia ini, adalah kerangka berpikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan, karena tidak ada satupun ideologi yang disusun dengan begitu sempurnanya sehingga cukup lengkap dan bersifat abadi untuk semua jaman, kondisi dan situasi.

“Dapat kita simpulkan bahwa karena zaman selalu berubah dan yang abadi itu adalah perubahan, maka setiap ideologi memerlukan hadirnya proses dialektika agar ia dapat  mengembangkan  dirinya  dan tetap  adaptif dengan perkembangan zaman,” ujar Siswono dalam sebuah artikelnya yang dikutip dari Nusantaranews, Kamis (2/2/2017).

Menurutnya, proses dialektika yang berlangsung bersamaan dengan perubahan-perubahan sangat mendasar yang terjadi di negara kita, tentu akan memunculkan thesa-thesa baru, yang pada gilirannya akan melahirkan antithesa-antithesa. Kita harapkan akan muncul sinthesa yang merupakan penyempurnaan dan resultan dari berbagai thesa dan antithesa yang muncul.

Baca Juga:  DBD Meningkat, Khofifah Ajak Warga Waspada

Begitulah proses bagi suatu ideologi dalam menjalani penyempurnaan dirinya dari waktu ke waktu. Penyempurnaan secara terus menerus perlu dilakukan bersama oleh seluruh bangsa terutama para pemimpin politik, ekonomi, sosial budaya dengan berani dan teguh menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan Negara Bangsa Indonesia.

Ia menjelaskan, revitalisasi Pancasila perlu menekankan pada orientasi ideologi yang mewujudkan kemajuan yang pesat, peningkatan kesejahteraan yang tinggi dan persatuan yang mantap dari seluruh rakyat Indonesia. Hanya dengan pencapaian-pencapaian itu Pancasila akan semakin menjadi pegangan hidup seluruh rakyat.

“Segenap pengaturan penyelenggaraan negara dan pemerintahan, dalam bentuk peraturan perundang-undangan harus merupakan derivasi dari Pancasila sebagai staatsidee,” jelasnya.

Siswono menambahkan, di lain pihak Pancasila adalah juga tolok ukur evaluasi penyelenggaraan negara. Pancasila adalah staatsfundamental norm yang harus menjadi acuan dari perilaku individual warga negara dan masyarakat pada umumnya.

“Bapak bangsa Vietnam, Ho Chi Minh menjelang wafatnya meninggalkan wasiat kepada para pemimpin Vietnam untuk membuat bangsa Vietnam semakin mantap bersatu, negara Vietnam semakin kuat berwibawa dan rakyat Vietnam semakin maju sejahtera,” ujar dia mencontohkan.

Baca Juga:  Dewan Kehormatan yang Nir Kehormatan

Menurutnya, suatu Negara Bangsa, lebih-lebih yang heterogen memiliki potensi friksi (benturan) internal dan juga eksternal, karena berbenturan dengan  kepentingan negara lain. Dalam proses benturan internal dan eksternal itu ada negara yang lenyap. Sejarah mencatat bubarnya kekaisaran Ottoman Turki dan Austro-Hongaria pasca Perang Dunia I dan lenyapnya super power Uni Soviet di tahun 1991, karena benturan internal/eksternal. Yugoslavia, negara federal yang sentralistik, ketika berkehendak memberikan otonomi yang lebih luas pada negara-negara bagiannya, telah tercerai berai menjadi negara-negara berdasarkan etnik, Serbia, Montenegro, Bosnia, Croatia, Slovenia, dan Macedonia.

“Proses lahir, tumbuh dan lenyapnya kerajaan-kerajaan di Indonesia sejak Tumapel, Kediri, Daha, Singosari, Sriwijaya, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram dan  banyak yang lain, meyakinkan saya bahwa membuat langgeng dan semakin kuatnya suatu negara itu bukan hal yang mudah. Itulah tanggungjawab utama dari setiap warga negara,” ungkapnya. (Sego)

Related Posts

1 of 462