Ekonomi

Penyebab Tingginya Harga Cabai, Mendag: Karena Petani Memaksa Panen Lebih Awal

NUSANTARANEWS.CO – Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan tingginya harga cabai rawit merah di pasaran, karena petani yang memaksakan diri untuk panen dan memetiknya saat kemarau basah ini atau di saat hujan. Saat ini, harga cabai rawit merah di pasaran mencapai harga lebih dari Rp 100.000 per kilogram (kg).

Enggar mengatakan, pada dasarnya sebenarnya permintaan cabai rawit merah di pasaran tidak besar. Bahkan secara teori terjadi kelebihan pasokan untuk cabai jenis tersebut. Namun seiring musim kemarau basah yang cenderung hujan ini maka petani memutuskan untuk segera memanen cabai jenis ini, lantaran petani khawatir cabainya busuk.

“Cabai rawit merah itu karena demand-nya tidak besar, maka jumlah yang menanam tidak besar, dari supply dan demand untuk jenis itu secara teoristis itu over supply. Tetapi karena iklim seperti ini, lihat ada yang busuk, karena ada pemaksaan dipetik di tengah hujan maka dia busuk,” ujar Mendag Enggar di Jakarta, Kamis (12/1/2017).

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Menurutnya, karena banyak cabai yang terkesan tegesa-gesa dipetik tanpa memperhitungkan pasokan kedepannya, maka pasokan cabai rawit merah itu menipis. Alhasil, harga cabai pun cepat melonjak saat penjualan berikutnya.

“Kalau dia busuk, petani terpaksa menjual murah untuk digiling. Itulah sebabnya dia mengkompensasi dengan penjulan berikutnya atas kerugian yang dideritanya,” papar dia.

Meskipun begitu, Enggar berujar, pemerintah akan melakukan pengendalian supaya harga tak terus berlangsung tinggi di pasaran. Pemerintah melalui Perum Bulog dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) telah melakukan operasi pasar.

“Cabai merah besar harganya Rp 40 ribu, cabai merah kriting Rp 45 ribu, cabai rawit hijau Rp 65-70 ribu. Operasi pasar Bulog dan PPI  sudah masuk cabai rawit merah Rp 60 ribu dijual Rp 65 ribu. Kita mengirim dari daerah yang supply-nya masih cukup untuk di daerah yang membutuhkan,” tutur Enggar. (Andika)

Related Posts

1 of 31